Apakah akhir-akhir ini Lo merasa sumpek, butek dan enek? Lo perlu mencoba untuk membereskan itu dengan merapikan ruangan Lo.
Pas Lo mengedarkan pandangan ke sekitar kamar Lo, Lo melihat piring kotor di atas meja. Cucian kotor di salah satu sudut kamar, selimut dan bantal di lantai, baju yang tersampir berantakan, alat tulis yang berserakan dan beberapa bungkus snack sisa lembur semalam yang belum terbuang.
Itu belum seberapa. Di sudut lain ruangan ada barang-barang yang udah lama nggak dipakai. Ada kardus-kardus yang sayang dibuang, botol sisa minuman yang dikumpulkan, dan kertas-kertas sisa tugas yang sudah selesai dinilai atau gagal dikumpulkan. Belum lagi, di atas lemari ada barang-barang yang udah setengah rusak, tapi sayang dibuang. Ada gulungan poster, bekas proyek kelas yang sebenarnya nggak dipakai lagi, tapi sayang aja diapa-apain atau belum punya waktu untuk ngapa-ngapain, dan berbagai barang lainnya yang lo jejalkan begitu saja di atas lemari pakaian Lo.
Intinya, kamar Lo penuh sesak dengan berbagai barang yang jarang terpakai, atau sudah nggak terpakai lagi.
Apakah Lo familiar dengan kondisi ini?
Pernahkah Lo sadari bahwa kita hidup dalam budaya materialistic. Di mana masyarakat mengajarkan kita bahwa semakin banyak barang yang kita miliki, kita akan semakin bahagia, padahal sebenarnya bisa aja ini awal dari kekacauan dan ketidakteraturan dalam hidup kita.
Dorongan memiliki sesuatu yang nggak terkendali, keterikatan emosional pada sesuatu seperti kenang-kenangan sentimental, ketakutan untuk menyingkirkan barang, kebutuhan untuk mempertahankan banyak hal, atau bahkan cemas untuk menghapus ingatan masa lalu adalah beberapa dari banyak alasan mengapa kita cenderung mempertahankan barang-barang kita.
Sayangnya, ada hal yang nggak Lo sadari, yaitu kebiasaan kita dalam mengelola barang bisa mencerminkan kebiasaan kita mengelola pikiran. Karena perilaku selalu berkaitan dengan pola pikir yang Lo miliki. Misalnya, buat Lo yang suka mempertahankan barang sampai pada tahap tidak wajar. Lo bisa aja melakukan hal yang sama pada ingatan-ingatan masa lalu yang harusnya Lo lepaskan. Lo bisa aja secara toksik menahan sesuatu yang melukai diri Lo.
Prinsip bahwa perilaku dan pola pikir saling mempengaruhi satu sama lain, sebenarnya sudah nggak asing lagi dalam berbagai bahasan ilmu psikologi. Misalnya beberapa tahun terakhir, di Indonesia bahkan seluruh dunia booming cara menata ala Marie Kondo. Marie Kondo adalah seorang konsultan di bidang cara mengorganisir sesuatu, termasuk rumah, ruangan dan barang-barang. Setelah demam Marie Kondo, banyak orang melakukan testimony bahwa merapikan barang-barang berdampak besar dalam hidup mereka. Marie Kondo mengatakan bahwa mengelola secara fisik diri dan sekitar kita, pada saat yang sama kita sedang mengelola kembali cara pikir kita.
**
Kebiasaan Menimbung Barang
Apakah Lo pernah memperhatikan kondisi Lo sibuk banget. Biasanya kalau kita lagi sibuk, kita cenderung bodo amat dengan sekeliling kita, kita cenderung meletakkan barang-barang secara sembarang. Saat sibuk, banyak urusan, dan berbagai masalah yang harus diselesaikan bercampur aduk di pikiran kita, yang seringkali membuat emosi kita kacau.
Barang-barang milik kita yang diletakkan sembarangan dan serampangan, bukankah ini adalah kondisi yang mirip dengan pikiran kita yang juga berantakan saat dalam kondisi stress? Kenyataannya, kekacauan barang-barang kita, bukan sekadar kenggakrapihan atau terlalu banyak barang di sekitar kita. Kenyataannya, kekacauan kita mengelola barang-barang kita bisa dipengaruhi oleh kekacauan pikiran kita. Kekacauan pikiran variasinya banyak seperti stress, ingatan lama yang harusnya bisa dilepaskan, seperti kebencian, kekecewaan, prioritas yang berantakan, rasa marah, dan banyak hal lain yang harusnya bisa dikeluarkan dari pikiran Lo, tapi tetap Lo pertahankan.
Dampak Menimbun Barang pada Kesehatan Mental
Menimbun barang yang nggak perlu bisa berpotensi membuat pengelolaan diri kita jadi kacau. Apalagi kegagalan dalam mengelola prioritas bisa jadi berhubungan dengan kondisi pikiran yang sedang nggak jernih. Kalau kita nggak bisa berpikir jernih, dampaknya akan ngaruh dalam banyak hal dalam hidup kita. Seperti kesulitan menyelesaikan tugas-tugas harian, sulit untuk menyingkirkan aktivitas-aktivitas yang nggak perlu dalam hidup kita.
Pengelolaan diri, termasuk adalah seberapa kemampuan kita untuk mengelola barang-barang yang kita miliki. Misalnya, Lo kesulitan menemukan apa yang Lo butuhkan, seperti menghabiskan waktu setiap hari mencari kunci atau mencoba menemukan charge hape dimana. Kalau setiap hari seperti ini, Lo bisa aja menjadi panik dan stress setiap pagi, Cuma gara-gara lupa meletakkan barang ini dan itu. Apalagi kalau kekacauannya berlebihan. Ketika kamar dalam kondisi berantakan, dan berantakannya ini berlebihan banget banget. Nah, ini nih, bisa banget mentrigger kondisi tertekan yang Lo punya. Kamar Lo yang harusnya jadi basecamp dan tempat berlindung, tempat yang aman di mana Lo dapat meluangkan waktu untuk bersantai, tetapi ketika kamar Lo dalam kondisi berantakan hal ini dapat membuat Lo merasa bahwa rumah Lo adalah musuh daripada menjadi sebuah tempat berlindung. Selain itu, saat kita memiliki kamar atau rumah yang penuh dengan kekacauan, kita bisa aja mengalami kesulitan menggunakan ruangan secara maksimal. Kalau kamar berantakan, kita bisa aja malu untuk mengundang orang untuk main ke kamar Lo. Artinya, mengelola barang kita juga menunjukkan seberapa regulasi diri kita.
Menimbun Barang-Barang yang Emosional
Kadang-kadang kita bisa aja menemukan diri kita dikelilingi oleh begitu banyak hal yang nggak dapat kita singkirkan, karena barang-barang itu terasa sangat penuh kenangan. Klikers, pada tahap ekstrim, menimbun secara berlebihan bisa berdampak pada gangguan mental, lho. Individu dengan gangguan penimbunan akan menyimpan barang secara acak dan menyimpannya tanpa pola organisasi apa pun, sehingga barang yang ditimbun begitu banyak dan begitu tidak terstruktur. Penimbunan ini bisa banget jadi berbahaya. Dalam kebanyakan kasus, individu dengan gangguan penimbunan akan menyimpan barang yang memiliki nilai sentimental atau barang yang mereka rasa akan mereka butuhkan di masa depan secara nggak wajar.
Cara Menghapus Kekacauan dari Hidup Lo
Pada dasarnya, apa yang gue omongin dari tadi bukan soal barang. Tapi, tentang alasan kenapa barang itu ada? Ini sama dengan pertanyaan, kenapa Lo melakukan ini dan itu, whats on your mind?
Apakah Lo sedang dalam suasana hati yang negatif?
Apakah Lo mencoba untuk mempertahankan sebuah ingatan pada sebuah benda?
Mengapa Lo bergantung pada barang-barang itu?
Mengapa Lo dikuasai oleh barang-barang itu?
Langkah untuk Menghilangkan Kondisi Berantakan
Klikers, sebagai muda yang selalu bertumbuh, ada banyak cara untuk menata ulang hidup kita, salah satunya dengan mengorganisir barang-barang kita dengan lebih baik.
Buang Sampah
Klikers, please rajin buang sampah. Periksa setiap ruangan di kamar Lo. Buat Lo yang cewek, menimbun kardus-kardus bekas, atau sisa wadah kosmetik bisa jadi menyenangkan, apalagi kalau bentuknya lucu-lucu. Tapii kalau tidak digunakan kembali rasanya nggak diperlukan untuk disimpan lama-lama ya.
Misalnya lagi, buat Lo yang suka berkarya dengan kertas, buang kertas-kertas bekas kalau emang nggak digunakan lagi. Buat Lo yang suka nyemil, cek lagi kardus snack Lo, apakah ada makanan kadaluwarsa, makanan yang dimakan setengahnya, atau yang cuma diicip-icip doang tapi nggak diselesaikan? Coba dibuang yang udah basi. Atau dimakan yang belum selesai dimakan. Atau adakah baju-baju Lo yang udah jelek dan ga layak pakai? Singkirkan benda-beda itu.
Lo memilih bisa membuangnya. Sementara, kalau benda itu termasuk sesuatu yang berharga dan memang sudah nggak Lo gunakan, LO dapat disumbangkan atau didaur ulang.
Kurangi dan Daur Ulang
Jika Lo punya pakaian yang sudah nggak cukup tapi masih nagus, sepatu yang nggak pernah Lo pakai, furnitur yang memakan terlalu banyak ruang, atau apa pun yang nggak Lo gunakan tetapi dapat digunakan oleh orang lain, Lo bisa sumbangkan, jual, atau gadai. Kalau Lo memiliki sesuatu di lemari Lo yang belum pernah Lo pakai atau gunakan dalam waktu satu tahun, pertimbangkan untuk menyumbangkannya. Waktu satu tahun sepertinya sudah waktu yang cukup lama untuk menyadarkan Lo bahwa barang-barang itu belum perlu Lo gunakan untuk keperluan sehari-hari.
Hindari Membeli Banyak Hal
Lo mungkin tipe yang mudah tergoda oleh diskon. Saat ada diskon, dan Lo bisa membelinya, Lo merasa bahwa semua menjadi perlu dibeli. Saat terjadi seperti ini, pikirkan matang-matang, apakah Lo benar-benar membutuhkannya? Mungkin Lo bisa membeli secara ecer saja daripada memborong langsung sekerdus. Karena kita sering overprediksi terhadap kebutuhan-kebutuhan kita.
Sepatah Kata dari Klik.Klas
Klikers, Lo pernah nggak mengamati, selain menyiangi hama, para petani juga secara aktif memetik daun-daun tua yang masih ada di batang tanaman yang ditanam. Hal ini dilakukan supaya tanaman bisa bertumbuh dengan lebih baik dan nutrisi yang ada fokus mengalir pada daun-daun dan bagian tanaman lain yang masih sehat.
Sama dengan tagline Klik.Klas, yaitu selalu bertumbuh setiap hari, kita perlu untuk menyingkirkan hal-hal yang bisa menghambat pertumbuhan kita, salah satunya adalah kekacauan hidup dan pikiran kita. Supaya, energi kita bisa lebih fokus pada hal-hal yang lebih prioritas.
Semoga bermanfaat ya Klikers!
Kunjungi Media Sosial Klik Klas Lainnya
Jangan lupa ikuti terus update kabar Klik.Klas di Instagramnya juga klik.klas
Atau lo mau dengerin versi podcastnya? Bisa banget!
Penulis
Fakhirah Inayaturrobbani, S.Psi, M.A
Fakhi merupakan peneliti dan ilmuwan psikologi sosial yang menyelesaikan studi S1 hingga S2 di Fakultas Psikologi UGM. Tahu lebih dalam tulisan lainnya di Instagramnya @fakhirah.ir
Sumber Bacaan
- Nakao T, Kanba S. Pathophysiology and treatment of hoarding disorder. Psychiatry Clin Neurosci. 2019;73(7):370–375. doi:10.1111/pcn.12853
- Cho A. The Basic Principles of Feng Shui. The Spruce. Updated January 26, 2021.
- Norton M., Dunn E. Happy Money: The Science of Smart Spending. Later Printing Edition. Simon and Schuster; 2013.