Siapa yang Ngerasa Auranya Negatif Mulu? Cung!

klik.klas
8 min readFeb 10, 2021

--

Pernahkah Lo merasa jadi pribadi yang super skeptis, negatif dan pesimis memandang dunia?

Photo by Julian Hochgesang on Unsplash

Beberapa hari lalu gue mendapat sebuah curhatan dari seorang temen yang merasa dirinya diputusin sama partner romantisnya karena alasan dia merupakan pribadi yang super negatif. Kata partner romantic itu, temen gue, vibesnya terlalu negatif sampai jadi toksik banget.

Nah, kalau Lo sendiri, pernah kah diri Lo sering banget terpaku pada kesalahan Lo dan melupakan segala pencapaian Lo? Atau pernahkah begitu Lo dikritik beberapa dari kekurangan yang Lo lakukan, Lo langsung merasa jadi orang paling nggak kompeten di antara temen-temen Lo?

Sebaliknya, Lo pernah nggak kalau ngelihat orang, lebih ingat pas dia bikin kesalahan, pas dia ngeselin, pas dia lagi super nyebelin, daripada pas dia baik ke kita?

Atau apakah Lo pernah lihat seorang yang sekian lama berbuat baik, tapi begitu sekali ada hal yang kurang baik, reputasinya jadi ancur. Padahal dia Cuma sekali ngelakuin kesalahan di antara kebaikan-kebaikan yang dia lakukan. Orang-orang lebih inget kesalahan dia yang Cuma satu kali daripada kebaikan ribuan kali yang dia lakukan?

Kalau Lo pernah dan heran kenapa semua itu terjadi. Kenapa kita seneng fokus sama kejelekan kita dibandingkan hal-hal positif kita. Kenapa kita lebih gampang inget hal-hal yang negatif. Kenapa kita lebih mudah aware sama kesalahan orang lain daripada kebaikannya.

Jawabannya adalah kita lebih tertarik mendengar dan memperhatikan sesuatu yang negatif. Hal ini disebut Bias Negatif (ini terjemahan bebas gue karena susah banget memandankan istilah bahasa asing), sementara dalam bahasa si Paman Sam disebut Bias Negativity.

Apa Itu Bias Negatif?

Bias negatif adalah kecenderungan manusia (gue elo, siapapun di dunia ini) untuk merespon peristiwa negatif dengan lebih kuat daripada peristiwa positif, karena peristiwa negatif berdampak lebih besar pada otak kita daripada peristiwa positif dan ini bisa berdampak kuat pada perilaku Lo, keputusan Lo, dan bahkan hubungan Lo dengan orang lain. Fenomena psikologis ini menjelaskan kenapa kesan pertama yang buruk sulit banget untuk dilupakan dan kenapa trauma masa lalu lebih memiliki efek yang panjang. Hal ini membuat kita dalam hampir semua interaksi lebih cenderung memperhatikan hal-hal negatif dan kemudian mengingatnya dengan lebih jelas daripada hal positif.

Coba deh Lo tanyakan ke diri Lo sendiri, apakah Lo cenderung lebih kuat dalam peristiwa-peristiwa ini.

Misal, Lo lebih ingat pengalaman traumatis daripada pengalaman yang positif.

Lo lebih mengingat hinaan dan kritik orang lain daripada pujian yang pernah Lo terima.

Lo bereaksi lebih kuat terhadap omongan negatif.

Lo memikirkan hal-hal negatif lebih sering daripada yang positif.

Lo lebih cepat menanggapi berita negatif daripada yang positif.

Dalam kehidupan kuliah, biasa aja Lo mungkin mengalami hari yang menyenangkan selama seharian itu, tapi pas saat temen di sebuah tugas kelompok membuat komentar negatif sembarangan yang menurut Lo menjengkelkan. Lo mikirin itu kata-kata selama sisa hari itu. Padahal yang positif banyak juga. Tapi Lo fokus sama kata-kata negatif temen Lo itu.

Atau ada temen Lo yang nanya gimana hari Lo, Lo menjawab bahwa hari itu buruk — padahal secara keseluruhan cukup menyenangkan dan Cuma ada satu kejadian negatif.

Kalau Lo cenderung menjawab iya pada hal-hal yang negatif, Lo bisa aja terkena bias negatif ini.

Apa Kata Riset?

Penelitian banyak banget yang menunjukkan bahwa kita-kita ini cenderung lebih fokus dengan hal yang negatif pada saat meihat dunia. Sebab, orang lebih takut kehilangan daripada mendapatkan sesuatu. Sebuah penelitian menunjukkan di sebuah tempat, motivasi karyawan tidak terjadi peningkatan yang signifikan ketika mereka dijanjikan reward, tapi pas mereka diancam akan kehilangan sesuatu, pekerjaan menjadi lebih sesuai dengan target dan motivasi bekerja lebih tinggi. Ilmu ini bisa Lo jadikan alat kalau Lo lagi males. Kalau Lo lagi males, Lo bisa memikirkan sesuatu yang bakal ilang dari tangan Lo kalau Lo terus menerus mageran.

Darimana Bias Negatif Berasal?

Ada beberapa perspektif yang bisa menjawab mengapa kecenderungan kita lebih kuat untuk merespon hal-hal yang negatif.

Photo by Max Böhme on Unsplash

Perspektif Psikologi Evolusi

Kalau menurut ilmuwan yang bermadzab evolusionis, kita lebih cenderung memperhatikan hal-hal buruk dan mengabaikan hal-hal baik kemungkinan besar karena informasi negatif lebih membutuhkan respon cepat dan penting dalam mempertahankan hidup. Dulu nih, pada sejarahnya, manusia memperhatikan ancaman yang bersifat buruk, berbahaya, dan negatif emang karena ini merupakan masalah hidup dan mati. Mereka yang lebih cepat merespon bahaya dan yang lebih serius memperhatikan ancaman-ancaman di sekitar mereka lebih mungkin untuk bertahan hidup.

Bertahun-tahun kemudian, gen waspada ini tetap ada pada manusia modern. Karena gen ini secara evolusi masih ada dalam badan kita, kita jadi lebih aware sama berita-berita negatif. Karena nggak lain dan nggak bukan, kecenderungan untuk lebih memikirkan hal negatif daripada positif hanyalah salah satu cara otak mencoba untuk menjaga kita tetap aman.

Perspektif Psikologi Perkembangan

Ada sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa bias negatif ini mulai muncul sejak masa bayi. Bayi yang masih sangat muda cenderung lebih memperhatikan ekspresi wajah dan nada suara yang positif, tetapi hal ini mulai berubah saat mereka mendekati usia satu tahun. Penelitian tentang otak bayi menunjukkan bahwa sekitar waktu ini, bayi mulai mengalami respons otak yang lebih besar terhadap rangsangan negatif. Ini menunjukkan bahwa bias negatif otak muncul pada dua sampai empat tahun pertama kehidupan seorang anak.

Neurosains

Nah, dari sudut pandang otak manusia, ternyata otak kita menunjukkan pemrosesan informasi yang lebih besar saat merespon sesuatu yang negatif daripada yang positif. Dalam penelitian yang dilakukan oleh psikolog, John Cacioppo, partisipan diperlihatkan gambar yang sifatnya positif, negatif, atau netral. Para peneliti kemudian mengamati aktivitas listrik di otak partisipan itu. Terbukti bahwa gambar negatif menghasilkan respons yang jauh lebih kuat daripada gambar positif atau netral.

Dampak Bias Negatif Dalam Hidup Kita

Apa sih dampak dari kita cenderung merespon sesuatu dengan negatif? Yuk, kita coba detailkan satu-satu pengaruh bias negatif dalam hidup kita.

Photo by Christopher Ott on Unsplash

Hubungan Lo Dengan Orang Lain

Bias negatif bisa berdampak besar pada hubungan Lo. Klikers, penting banget nih untuk diingat bahwa komentar negatif biasanya lebih ngena di hati daripada komentar positif. Kalau Lo sadar dan aware sama kecenderungan kita sendiri untuk terpaku pada hal negatif, sebisa mungkin kita mengontrol diri untuk nggak sembarang merespon sesuatu dengan negatif. Dengan memahami kecenderungan alami manusia ini, Lo dapat berfokus untuk menemukan cara untuk menghentikan diri Lo dan orang lain untuk Cuma fokus sama hal-hal yang negatif aja.

Pengambilan Keputusan

Bias negatif dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam kehidupan Lo. Dalam karyanya yang terkenal, ilmuwan psikologi, tapi mereka bernama

Yuk kenalan sama Ilmuwan Psikologi tapi memenangkan Nobel di Bidang Ekonomi. Siapa lagi kalau bukan Kahneman dan Tversky yang menemukan bahwa ketika membuat keputusan, individu secara konsisten memberi perhatian yang lebih besar pada aspek negatif suatu peristiwa daripada pada aspek positif.

Misalnya nih kalau Lo gue tanya, lebih takut mana dapat 10 juta atau kehilangan 10 juta. Secara teori, Lo akan lebih takut untuk kehilangan 10 juta dan memori kehilangan 10 juta lebih melekat kuat dalam benak Lo daripada mendapatkan 10 juta. Intinya, dengan jumlah uang yang sama, kehilangan terasa lebih menyakitkan. Nah, artinya orang sering kali lebih takut pada konsekuensi dari hasil negatif daripada positif, bahkan ketika kedua kemungkinan itu sama-sama bisa terjadi.

Gimana Sih Mengatasi Bias Negatif

Photo by Sarah Gualtieri on Unsplash

Bias negatif kalau berlebihan bisa mempengaruhi kesehatan mental Lo, menyebabkan Lo fokus dan berkutatlah pada pikiran-pikiran gelap yang Lo miliki. Bisa aja Lo melukai hubungan Lo dengan orang yang Lo cintai. Hidup juga akan terasa suram karena serba pesimis.

Kalau udah kayak gini, ada beberapa langkah yang dapat Lo lakukan untuk mengubah cara berpikir dan melawan kecenderungan berpikir negatif yang ada dalam diri Lo.

Hentikan Self-Talk Negatif

Mulailah memperhatikan jenis pikiran yang ada di benak Lo. Setelah suatu peristiwa terjadi, Lo bisa aja diserang pikiran-pikiran negatif seperti “Duh, tadi gue bego banget sih, harusnya gue nggak melakukan itu.”

Ada self-talk yang lebih baik daripada Lo terus merasa kepikiran seperti di atas. Salah satunya adalah menghentikan pikiran itu setiap kali mereka mulai. Daripada terpaku pada kesalahan masa lalu yang nggak dapat diubah, latih diri Lo melihat sisi positif dari proses itu, misal apa yang udah Lo pelajari dan gimana Lo dapat menerapkannya di masa depan. So, latih diri Lo untuk fokus pada self-talk yang positif.

Tetapkan Pola Baru

Ketika Lo mendapati diri Lo merenungkan berbagai hal secara negatif, coba deh cari aktivitas yang membangkitkan semangat untuk menarik diri Lo keluar dari labirin pola pikir negatif ini. Misalnya, kalau Lo sedang terserang pikiran negatif, misal nyalah-nyalahin diri sendiri, Lo bisa segera cari kesibukan yang lain. Misal nih, beberapa ide kegiatan untuk mengalihkan pikiran Lo dari pikiran negatif seperti jalan-jalan, dengerin music yang ceria, nonton film komedi, gaul sama sahabat-sahabat yang vibesnya positif, baca buku yang bagus dan banyak lainnya. Berbagai kegiatan bisa Lo lakukan untuk mengeluarkan diri Lo dari pikiran negatif yang tiada henti.

Nikmati Momen Positif

Klikers, jangan lupa juga karena kita lebih cenderung ingat sesuatu yang negatif. Maka, stok pengalam positif kita perlu diperbanyak. Jadi ketika sesuatu yang membahagiakan terjadi, luangkan waktu sejenak untuk benar-benar fokus pada momen itu. Ulangi momen tersebut beberapa kali dalam ingatan Lo dan fokuskan pada perasaan indah yang ditimbulkan oleh ingatan tersebut. So, perbanyak stok memori positif.

Sepatah Kata dari Klik.Klas

Photo by Nathan Dumlao on Unsplash

Bias negatif dapat berdampak kuat pada perilaku Lo, tetapi dengan menyadarinya berarti Lo dapat mengambil langkah untuk jadi pribadi dengan hidup yang lebih positif. Sikap kita ini penting untuk membuat kita bertumbuh setiap hari, seperti tagline Klik.Klas. Klikers, terlalu fokus pada hal-hal negatif, apalagi sampai mengganggu fungsi hidup kita, dapat menimbulkan dampak yang serius. Jadi mengambil langkah-langkah untuk memerangi bias ini penting dalam meningkatkan kesejahteraan mental Lo. Sudah siap melawan si bias negatif dalam pikiran kita?

Penulis

Fakhirah Inayaturrobbani, S.Psi.,M.A. Fakhi merupakan alumni S1 dan S2 Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada. Sejak SMA dia telah banyak menulis yang berkaitan dengan pengembangan diri. Ia dapat dihubungi via Fakhirah.inayaturrob@mail.ugm.ac.id atau Instagram (@fakhirah.ir)

Referensi

  1. Alberini CM. Long-term memories: The good, the bad, and the ugly. Cerebrum. 2010;21.
  2. Cacioppo JT, Cacioppo S, Gollan JK. The negativity bias: Conceptualization, quantification, and individual differences. Behavioral and Brain Sciences. 2014;37(3):309–310. doi:10.1017/s0140525x13002537
  3. Goldsmith K, Ravi D. Negativity bias and task motivation: Testing the effectiveness of positively versus negatively framed incentives. Journal of Experimental Psychology: Applied. 2013;19(4):358–366. doi:10.1037/a0034415
  4. Hilbig B. Good things don’t come easy (to mind): Explaining framing effects in judgments of truth. Experimental Psychology. 2011;59(1):38–46. doi:10.1027/1618–3169/a000124
  5. Hibbing JR, Smith KB, Alford JR. Differences in negativity bias underlie variations in political ideology. Behavioral and Brain Sciences. 2014;37(3):297–307. doi:10.1017/s0140525x13001192
  6. Hamlin JK, Wynn K, Bloom P. Three-month-olds show a negativity bias in their social evaluations. Dev Sci. 2010;13(6):923–929. doi:10.1111/j.1467–7687.2010.00951.x
  7. Ito TA, Larsen JT, Smith NK, Cacioppo JT. Negative information weighs more heavily on the brain: The negativity bias in evaluative categorizations. J Pers Soc Psychol. 1998;75(4):887–900. doi:10.1037//0022–3514.75.4.887
  8. Kahneman D, Tversky A. Choices, values, and frames. American Psychologist. 1984;39(4):341–350. doi:10.1037/0003–066x.39.4.341
  9. Kinderman P, Schwannauer M, Pontin E, Tai S. Psychological processes mediate the impact of familial risk, social circumstances and life events on mental health. PLoS ONE. 2013;8(10):e76564. doi:10.1371/journal.pone.0076564
  10. Haizlip J, May N, Schorling J, Williams A, Plews-ogan M. Perspective: The negativity bias, medical education, and the culture of academic medicine: Why culture change is hard. Acad Med. 2012;87(9):1205–9. doi:10.1097/ACM.0b013e3182628f03

--

--

klik.klas
klik.klas

Written by klik.klas

Platform pengembangan diri di luar kelas yang asik. Mengajak seluruh anak muda Indonesia untuk menjadi muda yang #SelaluBertumbuh setiap hari.

No responses yet