Puasa Punya Efek Domino yang Penting Dalam Hidup

klik.klas
6 min readApr 12, 2021

--

Pernah nggak Lo bertanya-tanya, mengapa puasa begitu penting bagi perubahan perilaku seseorang?

Photo by Sam Moqadam on Unsplash

Haiii… Gue mengucapkan selamat melaksanakan ibadah puasa bagi yang menjalankan. Gue berdoa, semoga ibadah puasa kita diterima dan menjadi titik awal perubahan hidup kita selanjutnya. Aamiin.

Karena hari ini umat Muslim sedang menjalankan ibadah puasa selama satu bulan. Gue mau bahas tentang fakta sains soal puasa nih.

Gue akan mulai dari beberapa pertanyaan…

Pernah nggak Lo bertanya-tanya, mengapa puasa begitu penting bagi perubahan perilaku seseorang?

Dan, pernah ga bertanya-tanya, kenapa puasa itu adalah ritual yang dipraktikkan hampir semua kalangan agama dan berbagai masyarakat dari budaya manapun?

Apakah Lo tahu bahwa puasa tidak hanya dilakukan oleh umat Muslim?

Puasa: Ritual Banyak Agama

Photo by Rumman Amin on Unsplash

Puasa, selain dilakukan oleh umat Muslim, ada juga puasa yang dilakukan oleh umat Kristiani dan Katolik saat sebelum paskah (atau pra-paskah). Pada umat Hindu, ada puasa-puasa seperti saat munculnya bulan, semisal “Ekadasi”, yaitu puasa hari ke-11 dari periode kemunculan bulan (seperti puasa umat Muslim 3 hari di tengah bulan), bedanya mereka hanya melakukan di malam hari saja. Dalam tradisi Budha, para biarawan dan biarawati yang masih mengikuti aturan dari Sidharta Gautama, umumnya enggak makan lagi setelah sarapan siang. Dalam ajaran Yahudi, ada dua puasa utama yaitu Yom Kippur dan TishaB’Av. Beberapa contoh yang gue paparkan di atas menunjukkan bahwa puasa merupakan prosesi yang multiagama dan multikultural.

Puasa Bukan Sekedar Kelaparan

Kalau Lo merasa bahwa puasa adalah sebuah kewajiban agama yang menyiksa, nggak ada gunanya, dan cuma bikin Lo lemes seharian. Mungkin Lo perlu mendengar beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa aktivitas mengelola dorongan-dorongan fisik paling dasar kita ternyata berpengaruh besar terhadap kehidupan kita. Salah satu contoh paling terkenal dan paling gue suka adalah Marshmallow Effect.

Marshmallow Effect

Photo by Wouter Supardi Salari on Unsplash

Alkisah, seorang psikolog dan professor Stanford University bernama Walter Mischel di tahun 1972, ingin meneliti tentang penundaan kesenangan alias delayed gratification. Pada penelitian ini melibatkan anak-anak usia 3–5 tahun. Anak-anak itu ditawarkan pilihan antara sebuah hadiah kecil berupa marshmallo yang diberikan saat itu juga, atau marshmallow ini akan diberikan dalam jumlah yang berlipat ganda dengan syarat mereka harus mau menunggu sekitar 15 menit. .

Kebayang nggak Lo, mereka disediakan sebuah marshmallow di atas piring, kemudian peneliti meminta mereka untuk menunggu selama 15 menit kalau ingin mendapatkan dua marshmallow. Untuk lebih melihat efeknya, peneliti pergi meninggalkan ruangan yang telah dipasangi kamera pengawas.

Kalau Lo jadi anak-anak kecil itu, apa yang akan Lo lakukan jika di hadapan Lo ada marshmallow kesukaan Lo? Apakah Lo langsung makan, atau menunggu 15 menit buat dapetin 2 marshmallow yang Lo suka. Inget lho, ini dalam kacamata anak kecil yang masih sangat impulsif, bukan kacamata orang gedhe yang kontrol dirinya udah jauh lebih terlatih.

Nah, tahu nggak Lo apa pilihan anak-anak itu? Yaps, tentu aja, ada sebagian yang langsung makan marshmallow yang disediakan di depannya. Dan ada juga yang ternyata, anak-anak yang menunggu dengan sabar selama 15 menit untuk ngedapetin marshmallow dua kali lipat lebih banyak daripada kalau mereka ga menunggu.

Studi pertama selesai sampai di sini. Yang menarik adalah hasil dari follow up studinya di 10 tahun kemudian (sekitar 1988), yang juga dilakukan beberapa kali di tahun-tahun setelahnya di tahun 1990, 2006, dan 2011. Anak-anak kecil yang sepuluh tahun lalu berusia 3–5 tahun ini kemudian dihubungi kembali untuk dicek hasil prestasi akademik, olahraga, dan beberapa pengukuran lainnya.

Tebak hasilnya apa?

Anak-anak kecil yang sepuluh tahun lalu (saat diteliti) menahan diri dari mengambil satu marshmallow, dan rela menunggu selama 15 menit untuk mendapatkan dua kali lipat jumlah marshmallow, ternyata lebih berprestasi dalam bidang akademik, olahraga, dan berbagai domain hidup lainnya. Nyangka nggak Lo, kalau aktivitas menunda godaan sesaat ternyata bisa berdampak besar dalam hidup Lo?

Mengelola Dorongan Primitif Lo Adalah Latihan Penting Dalam Hidup

Photo by Jeswin Thomas on Unsplash

Pertanyaannya kenapa sih, penelitian marshmallow ini menggunakan ‘marshmallow’ dan ‘anak-anak’?

Kenapa coba?

Karena, pada dasarnya setiap kita memiliki jiwa anak-anak meski kita beranjak semakin tua. Anak-anak belum berkembang sempurna logikanya, sehingga melambangkan impulsivitas dan reaktivitas yang juga pasti kita miliki. Sementara, marshmallow melambangkan sesuatu yang disukai oleh anak-anak. Meskipun, kita sudah bukan anak-anak lagi, tetap saja pasti ada sisi kekanak-kanakan ya kan? Nah, ini fungsi dari Marshmallow ini. Pertanyaan lainnya adalah, kenapa penelitiannya menggunakan perilaku makan marshmallow? Karena, makan adalah kebutuhan dasar dan paling primitif manusia.

Spillover Effect

Photo by Curology on Unsplash

Oke, selanjutnya, pernah nggak Lo bertanya-tanya, kenapa puasa itu adalah ritual menahan diri dari makan, minum, dan aktivitas seksual (terutama di Islam) pada rentang waktu tertentu?

Hal ini dijawab oleh teori lain yang disebut Spillover Effect alias Efek Domino.

Spillover effect adalah sebuah efek domino dimana aktivitas yang Lo lakuin merembet dampaknya ke berbagai bagian dalam hidup Lo. Termasuk puasa yang Lo lakuin.

Dalam konteks, kenapa sih dengan puasa ini kita diminta menahan diri dari memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar manusia, seperti makan dan minum? Penelitian membuktikan bahwa kita yang bisa mengelola dorongan primitif kita seperti rasa lapar, haus, membuktikan banyak hal dalam pengelolaan berbagai sisi kehidupan kita yang lain. Bahkan ada penelitian lucu yang membuktikan, kalau Lo bisa melakukan regulasi terhadap pola sekresi Lo (seperti BAB atau BAK), hal ini juga bisa menunjukkan betapa jagonya seseorang mengatur emosinya dan berbagai hal lain dalam hidupnya. Salah satu bukti penelitiannya adalah penelitian soal marshmallow yang gue ceritain di awal.

Seperti yang udah Lo tahu dan gue katakan tadi, puasa adalah aktivitas yang nggak hanya menyebabkan Lo mengalami sebuah kondisi terputusnya dari kenikmatan dunia. Tapi, lebih dari itu, Tuhan melalui puasa sebenarnya sedang melatih diri kita untuk mengelola dorongan-dorongan impulsif untuk memenuhi kebutuhan dasar tersebut. Ibaratnya, kalau Lo sudah bisa mengatur dorongan primitif karnal yang Lo miliki, maka dorongan-dorongan lain yang nggak semendesak itu, bisa Lo kelola dengan lebih baik.

Sebenarnya ide bahwa manajemen fisik akan berpengaruh terhadap manajemen diri Lo bukanlah ide baru. Ide ini adalah turunan dari sebuah konsep bahwa fisik dan psikis itu saling berpengaruh. Misalnya, kenapa kalau kita olahraga kita bisa lebih happy, kenapa kalau kita tidur kita bisa lebih segar, kenapa ini dan kenapa itu, semua ada hubungannya, termasuk puasa yang Lo lakuin.

Sepatah Kata Dari KlikKlas

Photo by Drew Tilk on Unsplash

Puasa adalah sebuah ritual yang diakui banyak agama dan budaya sebagai aktivitas yang sangat bermanfaat. Bagi Lo yang sedang menjalankan puasa, penting untuk memahami esensi dari puasa itu sendiri. Lo sudah dilatih untuk melakukan manajemen diri supaya bisa mengelola dan menahan diri dari godaan untuk memenuhi kebutuhan dasar Lo seketika itu juga selama sebulan. Artinya, kalau kebutuhan dasar yang mendesak aja bisa kita hadapi dan kelola dengan stay cool aja, dan nggak diperbudak oleh mereka, harusnya hal-hal lain yang nggak semendesak itu, bisa kita kelola dengan lebih baik. Aamiin. Dan, ada baiknya kebiasaan ini dipelihara dan dimaknai dengan sungguh-sungguh. Karena, kebiasaan baik lebih mudah hancur daripada kebiasaan buruk. So, supaya menjadi pribadi yang makin bertumbuh, pahami dan maknai puasa Lo sebaik-baiknya. Supaya, puasa Lo bukan sekedar lapar dan haus.

Semoga bermanfaat!

Kunjungi Media Sosial Klik.Klas Lainnya

Jangan lupa ikuti terus update kabar Klik.Klas di Instagramnya juga klik.klas. Atau lo mau dengerin versi podcastnya? Bisa banget! Klik di sini.

Tentang Penulis

Fakhirah Inayaturrobbani, S.Psi, M.A

Salam kenal gue Fakhi. Gue merupakan peneliti dan ilmuwan psikologi sosial yang menyelesaikan studi S1 hingga S2 di Fakultas Psikologi UGM. Yuk baca dan cari lebih dalam tulisan-tulisan gue di Instagram @fakhirah.ir

Tulisan Ini Lahir Dari Tulisan Lainnya

Fenn, E., Blandón-Gitlin, I., Coons, J., Pineda, C., & Echon, R. (2015). The inhibitory spillover effect: Controlling the bladder makes better liars. Consciousness and cognition, 37, 112–122.

Tuk, M. A., Trampe, D., & Warlop, L. (2011). Inhibitory Spillover: Increased Urination Urgency Facilitates Impulse Control in Unrelated Domains. Psychological Science, 22(5), 627–633. https://doi.org/10.1177/0956797611404901

Mischel, W. (2014). The marshmallow test: Understanding self-control and how to master it. Random House.

Falk, A., Kosse, F., & Pinger, P. (2019). Re-revisiting the marshmallow test: a direct comparison of studies by Shoda, Mischel, and Peake (1990) and Watts, Duncan, and Quan (2018). Psychological science.

https://saidmuniruddin.com/2007/09/19/puasa-dalam-berbagai-agama/

https://culturalawareness.com/fasting-around-the-world/#:~:text=Religions%20and%20philosophies%20that%20practice%20fasting%20include%3A%20Buddhism%2C,sects%20may%20fast%20differently%20or%20at%20different%20times.

--

--

klik.klas
klik.klas

Written by klik.klas

Platform pengembangan diri di luar kelas yang asik. Mengajak seluruh anak muda Indonesia untuk menjadi muda yang #SelaluBertumbuh setiap hari.

No responses yet