“Ngaku Nggak Suka, Padahal Suka” Kenali Mekanisme Pertahanan Diri yang Nggak Lo Sadari
Hari ini gue akan cerita soal kejadian yang gua ingat banyak terjadi di sekitar gua, yaitu suka sama seseorang tapi nggak ngaku.
Hari ini gue akan bercerita tentang seseorang yang bernama Devi. Dan tentu saja, nama ini adalah nama samaran. Bukan nama yang sebenarnya. Jadi, siapapun Lo yang punya nama yang sama, ini tanpa kesengajaan gue ya.
Oke lanjut yaa ceritanya.
Devi adalah seorang anak SMA berusia tujuh belas tahun yang akhir-akhir ini ia naksir sama ketua OSIS-nya, sebut aja namanya Galang. Gimana nggak naksir. Ketua OSIS-nya itu bertanggungjawab banget kalau ada amanah dari guru. Meskipun, anaknya rajin dan juara kelas tapi orangnya kocak gitu. Jadi kayak balance antara dunia akademis sama sosialnya. Galang banyak temennya, disukai banyak orang, tapi bukan anak yang ga berhasil di akademisnya. Jadi super balance. Pokoknya naksir deh si Devi ini yang kebetulan adalah sekretaris OSIS.
Gelagat Devi ini dibaca temen-temennya. Temannya-temannya mulai ngeledekin, “Devi kamu naksir yaa sama si Galang, ngaku deeeh. Ayoo ngakuu!”
Karena malu dong ngaku gitu aja, Devi pasti menyangkal, “Ih, kagaak. Gue mah nggak suka dia. Dia itu terlalu serius. Sinta kali ya yang suka. Lu lihatin aja gelagatnya, kayaknya suka deh Sinta sama si Galang,”
Supaya nggak ketahuan, setiap ia ada urusan sama Galang, Devi memasang tampang jutek dan omongannya agak ketus gitu, “Lang, gue butuh tanda tangan Lu, buruan tanda tangan, gue udah mau masuk kelas,”
Galang bingung dengan gelagat Devi yang terus ketus ke dia, “Lo kenapa sih sama gue, benci apa gimana sih? Gue minta maaf kalau ada salah, ga betah gue diketusin Lu mulu, ngomong deh kalau ada masalah,”
“Kagak ada apa-apa,” jawab Devi tetap ketus. Padahal, di dalam hatinya dia sedih Galang malah lihat dia jadi kayak sosok yang nyebelin.
Galang yang denger jawaban Devi cuma bisa geleng-geleng. Begitu Devi pergi. Galang membanting buku di hadapannya karena dia entah kenapa kesel banget sama sikap Devi.
Nah, Klikers, segitu dulu ceritanya. Kita coba bedah apa yang sebenarnya apa yang terjadi dengan Devi dalam teori pertahanan diri alias defense mechanism punya Freud (baca Froid).
Defense Mechanisms: Sebuah Mekanisme Manusia Mempertahankan Diri dari Ancaman
Kita semua diciptakan punya mekanisme pertahanan diri. Kita cenderung melindungi apa yang menurut kita berharga diantaranya adalah harga diri kita. Setiap hari kita mengembangkan mekanisme pertahanan diri untuk menghadapi situasi-situasi sulit dalam hidup kita. Kita semua pasti pernah merasakan emosi negatif, perasaan nggak nyaman, orang yang kita anggap nggak menyenangkan, dan berbagai pengalaman yang kita merasa terancam. Untuk melindungi diri kita dari segala sesuatu yang ga menyenangkan itulah kita langsung mengaktivasi pertahanan diri ini.
Secara sederhana, mekanisme pertahanan ini adalah respons psikologis yang dilakukan secara nggak sadar oleh kita untuk melindungi diri kita dari perasaan cemas, ancaman terhadap harga diri, dan hal-hal yang nggak ingin mereka pikirkan atau tangani.
Istilah ini bermula dari terapi psikoanalitik dalam psikologi, tetapi sekarang sudah mulai digunakan dalam bahasa sehari-hari. Jadi, sekarang orang sudah sering menyebut seseorang yang mempertahankan dirinya dengan istilah defense mechanism. Atau, kalau di sehari-hari, misalnya dalam percakapan orang menyingkat jadi, “Oh, dia lagi defense aja,”
Sejarah Defense Mechanism
Teori pertahanan diri ini bermula dari Sigmund Freud dalam teori psikoanalitiknya. Ia mengatakan mekanisme pertahanan adalah taktik yang dikembangkan oleh diri kita untuk melindungi dari kecemasan. Mekanisme pertahanan ini dianggap melindungi seseorang dari perasaan dan pikiran yang terlalu sulit untuk diatasi oleh pikiran sadar. Jadi, alam pikiran bawah sadar kita yang akan duluan bereaksi.
Meskipun kita mungkin secara sadar menggunakan mekanisme ini, dalam banyak kasus pertahanan ini bekerja secara nggak sadar bisa tiba-tiba aktif.
Misalnya, jika Lo dihadapkan pada tugas yang sangat nggak menyenangkan, pikiran Lo mungkin memilih untuk melupakan tanggung jawab Lo untuk menghindari tugas yang menakutkan itu. Selain melupakan, mekanisme pertahanan lainnya meliputi rasionalisasi, penyangkalan, represi, proyeksi, penolakan, dan pembentukan reaksi yang akan gue jelaskan setelah ini.
Tapi, masalah terbesar muncul ketika mekanisme pertahanan digunakan secara berlebihan untuk menghindari penanganan masalah. Jadi, supaya nggak berkembang menjadi cara bertahan diri yang destruktif, coba kita pelajari satu-satu ya.
10 Mekanisme Pertahanan Utama
Putri Sigmund Freud, Anna Freud, menggambarkan ada sepuluh mekanisme pertahanan berbeda yang digunakan oleh diri kita. Meskipun, banyak juga peneliti lain juga menjelaskan berbagai macam mekanisme pertahanan tambahan di luar yang sepuluh itu. Tapi, gue akan focus membahas yang sepuluh ini.
Satu, Displacement Alias Melampiaskan Tidak Pada Sasaran Utamanya
Pernahkah Lo mengalami hari yang sangat buruk di perkuliahan, mungkin karena dimarahin dosen, atau karena teman kelompok yang bisa diandelin, kemudian Lo pulang dan melampiaskan rasa frustrasi Lo dengan keluarga dan teman baik Lo?
Hal ini juga terlihat dari perilaku Galang yang kesel sama Devi, tapi dia memilih membanting bukunya daripada melampiaskan ke Devi. Harusnya Galang kan marahnya sama Devi, tapi dia nggak menempatkan kemarahannya ke Devi secara langsung, dia melampiaskan ke bukunya. Intinya Lo melampiaskan emosi Lo bukan pada orang yang mentrigger terjadinya emosi tersebut. Lo melakukan displacement.
Displacement ini melibatkan pengungkapan rasa frustrasi, perasaan, dan dorongan kita pada orang atau objek yang nggak terlalu mengancam. Misal, Lo kesel sama dosen, tapi Lo merasa ga mungkin bisa langsung konfrontasi sama dosen, nah hal yang Lo lakukan biasanya melakukan displacement kemarahan Lo dari dosen ke temen-temen Lo. Kenapa? Sebab, menurut Lo temen-temen Lo itu nggak akan ngapa-ngapain Lo bahkan Ketika Lo ngamuk besar. Atau yang sering nih, kalau ada masalah di kantor, Bapak marah-marahnya ke Ibu. Ibu marah ke Bapak, tapi karena nggak bisa, marah ke anak. Kakak dimarahin Ibu, tapi karena displacement, adiknya jadi yang kena juga. Adik yang nggak bisa marah ke Kakak, dia akan ngamuk ngerusakin mainan. Nah, ini adalah contoh displacement di sekitar kita. Galang juga gitu kan. Buku yang dibanting nggak akan tiba-tiba balik nonjok kan. Nah, dia juga melakukan displacement dari Devi ke Buku yang nggak bisa ngapa-ngapain itu.
Dua, Denial Alias Penyangkalan
Penyangkalan mungkin adalah salah satu mekanisme pertahanan yang paling terkenal, sering digunakan untuk menggambarkan situasi saat kita merasa nggak mampu menghadapi kenyataan atau mengakui kebenaran itu.
Misal, apa yang terjadi dengan Devi, dia menyangkal kalau suka sama Galang karena takut temen-temennya akan ngeledekin. Penyangkalan berfungsi untuk melindungi diri dari hal-hal yang nggak dapat diatasi oleh individu.
Meskipun Teknik bertahan ini dapat menyelamatkan kita dari kecemasan atau rasa sakit, penyangkalan sebenarnya membutuhkan energi yang gedhe banget. Karena itu, pertahanan ini seringkali diikuti oleh kebohongan.
Penyangkalan bisa juga berupa penolakan langsung terhadap keberadaan suatu fakta atau kenyataan. Dalam kasus lain, ini mungkin melibatkan pengakuan bahwa sesuatu itu benar, tetapi meminimalkan sebisa mungkin dimanipulasi supaya nggak terlalu jelas.
Tiga, Represi Alias Penekanan
Represi adalah salah satu mekanisme pertahanan lainnya yang paling terkenal di masyarakat. Menekan perasaan atau menyembunyikan adalah sebuah mekanisme pertahanan diri lainnya yang sering kita aktivasi. Misalnya, sikap Devi yang daripada jujur, dia memilih menekan rasa Sukanya, dia abaikan, dia tahan, dan nggak dia umbar.
Meskipun Devi sudah sering berusaha melupakan Galang tapi bukan berarti merepresi perasaan artinya menghilangkan perasaan. Karena, menekan perasaan adalah pekerjaan yang tidak mudah. Misalnya, seseorang yang berusaha menekan ingatan soal pelecehan yang dideritanya sewaktu kecil mungkin kemudian mengalami kesulitan dalam membentuk hubungan.
Terkadang kita melakukan ini secara sadar dengan memaksa informasi yang nggak diinginkan keluar dari kesadaran kita, yang dikenal sebagai penindasan. Namun, dalam banyak kasus, penghapusan ingatan yang memicu kecemasan dari kesadaran kita ini diyakini terjadi secara nggak sadar.
Empat, Sublimasi Alias Alihkan Pada Kegiatan Positif
Sublimasi adalah mekanisme pertahanan yang Lo lakukan dengan menuangkannya ke perilaku yang lebih positif. Misalnya, kalau lagi marah dan emosi banget, Lo melampiaskannya dengan olahraga, atau melakukan kegiatan positif lainnya. Sublimasi adalah pertahanan diri yang menandakan Lo lebih dewasa dalam mengelola emosi yang ada dalam diri Lo.
Lima, Proyeksi Alias Pemantulan
Masih ingat apa yang dilakukan Devi Ketika ditanyai temen-temennya apakah dia sedang suka dengan Galang atau tidak, Devi menjawab ia tidak suka Galang, malah ia menuduh Sinta-lah yang suka Galang.
Ini adalah cara pertahanan diri tipe proyeksi, dimana Lo malah menuduh orang yang menuduh adalah yang punya rasa suka ke Galang. Atau, kalau Lo memiliki kenggak-sukaan yang kuat terhadap seseorang, Lo mungkin malah percaya bahwa dia lah yang nggak menyukai Lo.
Enam, Intelektualisasi
Intelektualisasi adalah cara bertahan diri yang mana mencoba melihat sisi sebuah peristiwa yang nggak menyenangkan dengan mempelajari secara ilmiah peristiwa tersebut. Maksud dari pertahanan diri ini adalah supaya nggak terlalu fokus dengan emosi negatif yang muncul. Intelektualisasi bisa jadi cara yang berguna untuk menjelaskan dan memahami peristiwa negatif.
Misalnya, jika ada nih si A kasar kepada Lo, Lo mungkin berpikir tentang kemungkinan alasan perilaku si A ini. Lo mungkin merasionalisasi bahwa si A sedang mengalami hari yang penuh tekanan. Namun, intelektualisasi dapat menyebabkan Lo meremehkan pentingnya perasaan diri Lo sendiri dan berfokus pada memperlakukan semua situasi sulit sebagai masalah yang perlu diselesaikan secara logis. Hal ini dapat menghentikan diri Lo dari belajar bagaimana menghadapi emosi negatif diri Lo sendiri.
Tujuh, Regresi Alias Kembali Ke Tahap Perkembangan Sebelumnya
Ketika dihadapkan pada peristiwa stres, Lo bisa aja kembali ke pola perilaku yang digunakan sebelumnya dalam perkembangan sebelumnya. Misalnya, Lo udah dewasa nih, kan berarti tahap perkembangan Lo sebelumnya adalah remaja atau anak-anak. Nah, saat anak-anak yang bisa mendapatkan sesuatu yang mereka mau, biasanya mereka melakukan apa? Misalnya merajuk minta dibelikan mainan. Nah, kalau Lo mengembangkan mekanisme pertahanan yang seperti ini, saat Lo tidak mendapatkan sesuatu yang Lo mau, Lo akan melakukan perilaku-perilaku yang lebih kekanak-kanakan daripada usia sebenarnya dari diri Lo sendiri.
Delapan, Pembentukan Reaksi yang Terbalik
Pembentukan reaksi adalah aktivitas yang Lo lakukan untuk mengurangi kecemasan yang Lo rasakan dengan mengambil perilaku yang berlawanan. Contoh pembentukan reaksi adalah memperlakukan seseorang yang sangat Lo sukai dengan cara yang sangat nggak bersahabat untuk menyembunyikan perasaan Lo yang sebenarnya. Hal ini seperti yang dilakukan Devi. Dia suka Galang tapi perilakunya seperti nggak bersahabat dengan Galang. Mengapa orang berperilaku seperti ini? Menurut Freud, mereka menggunakan formasi reaksi sebagai mekanisme pertahanan untuk menyembunyikan perasaan mereka yang sebenarnya dengan berperilaku berlawanan.
Sembilan, Disosiasi — Memisahkan Diri
Disosiasi itu mekanisme pertahanan diri yang mengaktifkan perasaan terputus dari peristiwa traumatis — seperti menganggap bahwa hal itu nggak benar-benar terjadi. Ini adalah cara yang sering dilakukan orang untuk mengurangi rasa trauma dan melindungi pikiran agar nggak mengalami terlalu banyak stres.
Efek negatifnya, terkadang, disosiasi membuat seseorang nggak dapat mengingat peristiwa traumatis di masa lalu. Disosiasi kalau dilakukan terus menerus bisa tidak sehat, sebab ia membiasakan diri melakukan pertahanan diri dengan menghindari kenyataan. Lama-lama ia bisa tidak mengakui hal itu sebagai realitas.
Sepuluh, Avoidance Alias Penghindaran
Terakhir dalam daftar mekanisme pertahanan ini adalah salah satu yang paling umum yaitu penghindaran. Psikologi mengakui penghindaran sebagai fenomena yang hampir umum, karena sebenarnya sudah menjadi sifat manusia untuk menghindari ketidaknyamanan. Tetapi jika kita menghindari masalah terlalu lama, yakin deh masalah itu hanya akan menjadi lebih buruk. Dalam kehidupan sehari-hari, kalau Lo ada masalah sama temen Lo, kalian berdua sadar bahwa kalian ada masalah, tapi masalah itu dihindari untuk dibahas. Kalian sama-sama nggak mau membahas masalah utama dari pertemanan kalian. Atau, kalau Lo lagi nggak suka sama suatu tugas, Lo cenderung melakukan penundaan, dan hal-hal lain yang termasuk menghindar, seperti melarikan diri.
Sepatah Kata Dari Klik.Klas
Klikers, ingat, mekanisme pertahanan bisa baik dan buruk. Tergantung apakah mekanisme pertahanan ini dipakai pada konteks yang tepat atau nggak. Yang perlu disadari adalah penggunaan mekanisme pertahanan tertentu secara berlebihan bisa berdampak negatif pada hidup Lo. Gue sarankan untuk berkonsultasi dengan ahli kesehatan mental kalau Lo merasa mekanisme pertahanan diri Lo mulai berlebihan bahkan menolak untuk menerima kenyataan.
Sebagai muda yang selalu bertumbuh setiap hari, gue sarankan untuk menggunakan mekanisme Sublimasi sebagai teknik pertahanan diri yang paling diterima secara sosial. Sementara Teknik lain boleh Lo pakai pada konteks yang membutuhkannya, missal Teknik intelektualisasi. Tapi, beberapa Teknik pertahanan diri agak kurang baik digunakan terus menerus, seperti penyangkalan, pengingkaran, disosiasi, represi dan lain sebagainya. Jadi, pilih Teknik pertahanan diri yang paling sesuai dan mampu membantu Lo bertumbuh setiap hari.
Tentang Penulis
Fakhirah Inayaturrobbani, S.Psi., M.A adalah ilmuwan Psikologi Sosial, yang sudah banyak menulis di berbagai rubrik. Lo bisa visit instagramnya @fakhirah.ir atau via fakhirah.inayaturrob@mail.ugm.ac.id
Tulisan Lahir Dari Tulisan
- Cramer P. Understanding defense mechanisms. Psychodyn Psychiatry. 2015;43(4):523–52. doi:10.1521/pdps.2015.43.4.523
- Waqas A, Rehman A, Malik A, Muhammad U, Khan S, Mahmood N. Association of ego defense mechanisms with academic performance, anxiety and depression in medical students: A mixed methods study. Cureus. 2015;7(9):e337. doi:10.7759/cureus.337
- Corey, G. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy (8th ed.). Belmont, CA: Thomson Brooks/Cole; 2009.
- Macdonald K, Thomas ML, Sciolla AF, et al. Minimization of childhood maltreatment is common and consequential: Results from a large, multinational sample using the childhood trauma questionnaire. PLoS ONE. 2016;11(1):e0146058. doi:10.1371/journal.pone.0146058
- Malle BF, Guglielmo S, Monroe AE. A theory of blame. Psychological Inquiry. 2014;25(2):147–186. doi:10.1080/1047840X.2014.877340
- Anderson MC, Huddleston E. Towards a Cognitive and Neurobiological Model of Motivated Forgetting. True and False Recovered Memories. Nebraska Symposium on Motivation. 2011:53–120. doi:10.1007/978–1–4614–1195–6_3
- Vaillant GE. Ego Mechanisms of Defense, A Guide for Clinicans and Researchers. American Psychiatric Pub; 1992.