Apakah Lo pernah bertemu dengan seseorang yang sangat sulit untuk mengendalikan emosi?
Pernahkah Lo bertemu dengan seseorang yang sulit menerima kritik?
Pernahkah Lo bertemu dengan seseorang yang kalau bicara cuma seputar dirinya aja?
Nah, Klikers, bisa jadi orang tersebut lagi dalam kondisi yang mana kecerdasan emosinya lagi turun.
Kok bisa? Kecerdasan emosi lagi turun itu gimana sih? Atau pertanyaan yang lebih umum seperti kecerdasan emosi itu apa sih?
Oke.. oke… topik hari ini gue akan bahas soal kecerdasan emosi.
Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosi atau kadang-kadang disebut sebagai emotional quotient pada dasarnya emang penting banget untuk kehidupan kita. Faktanya, emang banyak ahli yang sekarang percaya bahwa kecerdasan emosi sebenarnya lebih penting daripada sekedar pintar di kelas atau intelek, nggak Cuma itu, kecerdasan emosi juga menentukan kesuksesan seseorang secara umum.
Artinya memiliki kecerdasan emosi yang tinggi bisa bikin seseorang lebih mudah dalam kehidupannya. Sebaliknya, kecerdasan emosi yang rendah bisa banget berdampak negatif nggak cuma pada hidup Lo, nggak hanya itu tapi juga kesehatan mental dan fisik Lo.
Nah, seperti apa sih tanda-tanda mereka dengan ciri kecerdasan emosi yang rendah. Ini dia beberapa rangkuman ciri klasik orang dengan kecerdasan emosional rendah.
Harus Selalu ‘Benar’
Lo pernah nggak sih ketemu sama orang yang super gampang bikin Lo jengkel karena merasa dialah yang selalu bener?
Atau Lo pernah nggak, ketemu orang yang bawaannya kayak ngetrigger buat berantem mulu, kalau nggak sama Lo yang dengan orang lain. Siapa aja deh, nggak ada angin nggak ada ujan bisa bikin emosi negatif muncul. Nggak Cuma sama Lo, dia juga bisa bikin gara-gara sama temen, keluarga, rekan kerja, dan bahkan orang nggak dikenal sekalipun diajak berantem. Dia sering banget terlibat dalam pertengkaran dengan berbagai macam orang.
Salah satu ciri orang dengan kecerdasan emosi yang tinggi bakal kurang empatik. Orang dengan kecerdasan emosi yang rendah akan sering menolak mendengarkan apa yang orang lain katakan. Bahkan kalau orang lain udah memberi bukti bahwa dia salah, dia akan membantah fakta itu habis-habisan. Si selalu benar ini, pokoknya harus menang gimanapun caranya dan ngerasa nggak bisa aja untuk menerima orang yang “setuju untuk nggak setuju” Terutama kalau orang lain mengkritik betapa si selalu benar ini nggak memahami apa yang dirasakan orang lain.
Dari sini, semoga kita bisa berusaha untuk mendengarkan dan memahami bahwa nggak harus semua orang setuju sama kita.
Mengabaikan Perasaan Orang Lain
Lo pernah nggak ketemu sama orang yang kurang menyadari apa yang dirasakan orang lain?
Misal, ada temen sedih, malah dia ledekin. Tapi kan ada yang dimaksudkan buat ngehibur? Iyaa.. ada… pasti Lo bisa bedain kan orang yang ngeluarin bercandaan dengan tujuan menghibur sama ngeledek?
Nah, banyak orang dengan kecerdasan emosi yang rendah nggak menyadari perasaan orang lain. dalam contoh lainnya, dia bisa aja kaget banget pas ada yang marah sama dia atau rekan kerjanya nggak menyukainya. Dia bakal heran banget, kok bisa orang lain nggak suka sama dia. Atau dia selama ini nggak peka dengan sinyal emosi orang lain karena dia sulit untuk ngerasakan perasaan orang lain. Nggak cuma itu, bisa aja mereka dengan kecerdasan emosi yang rendah ngerasa sebel saat orang lain mengharapkannya untuk lebih empatik. Dia bisa aja ngedumel dalam hatinya, “buat apa sih gue harus capek-capek memahami perasaan orang lain?”
Timingnya Meleset Mulu
Sebagian besar, orang dengan kecerdasan emosi yang rendah nggak tahu apa yang harus dilakukan saat berada dalam situasi yang emosional. Dia bisa aja aja gagal memahami waktu yang tepat versus waktu yang nggak tepat untuk ngomong sesuatu.
Misalnya, dia bisa aja ngomong sesuatu yang nggak sensitif di saat berkabung atau ngebuat guyonan yang nggak tepat saat ada suatu peristiwa yang sedih. Kalau Lo bereaksi atau memberi masukan atas perilakunya yang nggak tepat waktunya, dia bisa aja ngejudge kalau Lo seolah-olah terlalu sensitif.
Jadii, kembali lagi sama prinsip awal, dia merasa bahwa emosinyalah yang paling benar. Sementara emosi orang lain dianggap nggak benar. Karena dia kesulitan memahami emosi orang lain, nggak mengherankan kalau orang dengan kecerdasan emosi yang rendah, nggak dapat menafsirkan dan merespons suasana emosi dengan tepat. Jadi meresponnya juga kurang tepat.
Gampang Menyalahkan Orang Lain
Orang dengan kecerdasan emosi rendah biasanya nggak paham bahwa emosi yang nggak tepat rentan bikin masalah. Satu hal yang mudah dilakukan oleh orang dengan kemampuan memahami emosi yang rendah adalah menyalahkan orang lain.
Kok bisa? Seperti yang gue ulang-ulang, secara umum karena dia merasa emosinya lah yang benar dan emosi orang lain kalau nggak sesuai sama dia artinya salah, atau emosi orang lain nggak dia pahami, bisa aja dia menjadi mudah nyari seseorang atau sesuatu yang lain untuk disalah-salahin. Dia bisa aja beralasan kalau dia nggak punya pilihan lain saat melakukan hal itu dan orang lain seakan-akan nggak memahami situasi yang dia alami.
Misalnya, kalau dia secara nggak sengaja ngebaca pesan WhatsApp Lo pas hape lo kebuka, dia akan bilang itu salah Lo karena Lo membiarkan hape Lo nggak terkunci. Dan macem-macem contoh lainnya. Intinya karena merasa dia yang benar dan nggak bisa memahami orang lain jadi gampang banget menyalahkan orang lain.
Bingung Saat Berada Pada Situasi yang Penuh Emosi
Ke-enggakmampuan untuk mengatasi situasi yang penuh emosi dapat jadi indikator lain dari kecerdasan emosi yang rendah dan indikator lainnya adalah mudah melarikan diri dari masalah. Kenapa? Karena dia nggak mau berusuan sama situasi yang emosional. Misalnya, saat dia melakukan kesalahan, dia males untuk mengakui bahwa dia emang salah. Karena bisa aja dengan mengakuinya artinya dia harus berurusan dengan emosi-emosi lain, seperti rasa malu, rasa nggak percaya diri, atau dia harus berhadapan dengan reaksi emosi orang lain, seperti marah, kesel, dan lain sebagainya. Karena males menghadapi situasi-situasi penuh emosi, biasanya mereka dengan kecerdasan emosi yang rendah memilih kabur aja daripada menghadapi dengan berani.
Semoga kita bukan orang yang males berurusan sama situasi yang penuh emosi, karena emosi mau nggak mau adalah bagian dari kehidupan sehari-hari.
Sering Mengalami Ledakan Emosi
Next, apa ciri orang yang punya kecerdasan emosi yang rendah?
Yaitu… Ketidakmampuan dirinya dalam mengatur emosi. Orang dengan kecerdasan emosi yang rendah sering banget kesulitan untuk memahami dan mengendalikan emosinya sendiri. Dia, bisa aja nih ya, ketika ada suatu masalah bertindak sangat reaktif tanpa pikir panjang. Dia bertindak tanpa memahami apa yang sebenarnya dia rasakan atau mengapa dia begitu meletup-letup. Dia terbiasa langsung menindak lanjuti emosi yang muncul tanpa berpikir dulu, sebenarnya itu emosi apa, dan hal apa yang tepat untuk dilakukan.
Contohnya, saat dia berhadapan dengan situasi yang nggak diinginkannya, kalau kecerdasan emosinya rendah, ia bisa aja langsung marah dengan sebegitunya. Tipe ini males untuk melihat dalam perspektif orang lain, atau bukan males, tapi nggak terbiasa. Ledakan emosi ini juga bisa karena dia nggak terbiasa menyampaikan emosinya dengan tepat, sehingga satu-satunya yang dia pahami untuk menyampaikan emosi marah, ya dengan meletup-letup. Padahal, ada banyak cara untuk mengungkapkan ketidaksukaan, kekecewaan dan emosi negatif yang kita miliki.
So, Klikers, sebagai muda yang selalu bertumbuh, rajin-rajin mengamati bagaimana cara orang lain mengekspresikan ketidaksukaan terhadap sesuatu dengan bijak. Lo bisa juga belajar dari orang-orang yang Lo kagumi atau melalui media lainnya. Jadi, cara untuk mengungkapkan ketidaksukaan nggak selalu dengan marah yaa…
Berjuang dengan Hubungan
Well, ciri lain dari orang dengan kecerdasan emosi yang rendah adalah seringkali gagal membina hubungan dekat dalam berbagai relasi. Dari mulai relasi keluarga, sampai relasi professional semisal pekerjaan. Lho, kenapa? Karena ini berkaitan dengan si Selalu Benar ini seringkali nggak sensitive, jadi sulit untuk merasakan apa yang orang lain rasakan dan bahkan bisa aja mudah untuk menyalahkan orang lain. Padahal yang namanya pertemanan dan persahabatan butuh banget untuk punya mekanisme take and give, seperti saling berbagi emosi, saling ngedukung, dan saling-saling lainnya. Kalau kesalingan ini nggak terpenuhi, bagaimana bisa hubungan yang baik terjalin?
Fokus Sama Diri Sendiri
Terakhir niih… Orang yang nggak cerdas secara emosional cenderung mendominasi percakapan. Dia lupa bahwa orang nggak selalu mau ngederin pembicaraan soal hidupnya, dia juga nggak bisa merasakan apa yang dirasakan orang lain dalam sebuah percakapan. Bahkan kalau dia mengajukan pertanyaan dan seakan-akan mendengarkan dengan penuh perhatian, dia selalu menemukan cara untuk mengembalikan topik jadi tentang dirinya. Nggak peduli apa yang Lo katakan, dia akan membalikkan percakapan apapun ke seputar dirinya. Misalnya Lo lagi ngobrol sama dia, dia tiba-tiba aja ngebalikkan topik bahwa dia juga pernah ke sana, melakukan inilah, itulah dan segala macam informasi lainnya yang nggak Lo minta. Semuanya jadi tentang dia.
Kesimpulan
Filsuf terkenal Aristoteles pernah berucap “Siapapun bisa marah, marah itu gampang, tapi marah pada orang, level, waktu, tujuan dan cara yang tepat, itu nggak mudah.”
Kalau mau jadi orang yang cerdas secara emosi, bukan berarti Lo nggak boleh punya emosi atau Lo selalu menunjukkan emosi positif aja. Bukan itu. Lo boleh kok punya dan menunjukkan emosi-emosi negatif Lo, tapi dengan cara yang tepat.
Ketidakmampuan kita dalam mengelola emosi emang bisa ngaruh banget dalam berbagai hidup kita. Bisa jadi kita nggak peka dan berujung jadi kurang bisa membina hubungan sosial yang baik. Atau Lo malah terlalu peka dan juga ga bisa mengelolanya, itu juga kurang tepat.
Kecerdasan emosi intinya mampu mengelola emosi dengan tepat, bukan menghilangkannya sama sekali. Untuk lebih detail soal gimana sih kecerdasan emosi yang baik. Gue akan bahas di topik selanjutnya, karena sejujurnya ngobrolin kecerdasane emosi itu panjang, jadi stay tune aja, terus ikuti update kita.
Nggak kerasa udah dari tadi ngobrolin ciri-ciri kecerdasan emosi yang rendah. Sebelum gue tutup, gue mau menekankan sekali lagi bahwa sebagai muda yang selalu bertumbuh setiap hari, jangan capek untuk cari tahu dan belajar gimana caranya berteman baik sama emosi. Supaya kita bisa jadi pribadi yang tumbuh dengan sehat.
Semoga bermanfaat dan sampai jumpaa!
Referensi
1. O’Connor PJ, Hill A, Kaya M, Martin B. The measurement of emotional intelligence: a critical review of the literature and recommendations for researchers and practitioners. Front Psychol. 2019;10:1116. doi:10.3389/fpsyg.2019.01116
2. Drigas AS, Papoutsi C. A new layered model on emotional intelligence. Behav Sci (Basel). 2018;8(5):45. doi:10.3390/bs8050045
3. Gilar-Corbi R, Pozo-Rico T, Sánchez B, Castejón JL. Can emotional intelligence be improved? A randomized experimental study of a business-oriented EI training program for senior managers. PLoS One. 2019;14(10):e0224254. doi:10.1371/journal.pone.0224254
4. Abe K, Evans P, Austin EJ, et al. Expressing one’s feelings and listening to others increases emotional intelligence: a pilot study of Asian medical students. BMC Med Educ. 2013;13:82. doi:10.1186/1472–6920–13–82
Additional Reading
· Coelho KR. Emotional intelligence: An untapped resource for alcohol and other drug related prevention among adolescents and adults. Depress Res Treat. 2012;2012:281019. doi:10.1155/2012/281019
· Goleman D. Emotional Intelligence. New York: Bantam Books; 2005
· Salovey, P., & Mayer, J. (1990). Emotional intelligence. Imagination, cognition, and personality, 9(3), 185–211.