Pernah nggak lo denger kata “Find Your Passion” atau “Cari passion lo!” ?
Gimana caranya nyari passion, sementara lo udah coba ikut ini itu, atau coba ikut pelatihan memahami diri sendiri, tapi tetep aja kayaknya Si Passion ini belum nongol juga.
Terus, akhirnya lo memilih melanjutkan pencarian menemukan passion ke buku-buku seri pengembangan diri. Terus, Lo baca-baca buku motivasi dan seri pengembangan diri, eh lo ketemu lagi dengan kalimat “Temukan passion kamu,”
“Aaarhhh” rasanya lo pengen teriak karena semua orang menyarankan untuk mencari passion supaya bisa happy dan sukses di hidup dan karir dan blah blah lainnya.
Terus apa kabar kita yang sampai saat ini belum menemukan passion?
Mungkin lo juga akan teriak dalam hati, “Kemana lagi lo dan gue harus mencari?”
“Apakah gue harus menyelam ke dasar laut untuk mencari mutiara bernama passion.”
“Atau gue harus berkeliling dunia untuk mencari si Passion?
Tarik napas rileks dulu gan.
Memang kita Sering banget mendengar kalimat “Cari Passion Lo” di mana-mana.
Gue aja baru cek Google Trend dan menemukan kalimat “Passion” dan “Cara mencari passion” dan voila kalimat itu mengalami kenaikan pesat selama lima tahun terakhir. Terutama di tahun 2018 dan 2019. Artinya, pencarian kata passion itu meningkat akhir-akhir ini.
Sebenarnya kata Passion lebih dulu ngetren di Amerika. Penggunaan kata “Follow your passion” meningkat pesat di banyak buku berbahasa Inggris sejak tahun 1990.
Tapi tahu nggak sih lo, sebenarnya ada yang kurang tepat dalam nasihat nasihat bijak untuk mencari passion. Bahkan nasihat untuk “Follow Your Passion” banyak dikritik oleh ilmuwan Psikologi.
Oke, sebelum melanjutkan ke bahasan mencari belahan jiwa berupa passion, gue mau ngingetin kalau lo bisa ikutin update harian kita selain di podcast juga di Instagram @KlikKlas.
Dan tetep stay tune karena gue akan mencoba membahas ini dari sebuah sudut pandang yang lebih ilmiah dan jarang dibuka oleh banyak orang.
Penasaran? Stay tune!
Penelitian Soal “Nyari Passion” Membuktikan…
Sebelumnya, udah sempet gue singgung bahwa kalimat “Cari Passionmu” itu dikritik oleh banyak ilmuwan Psikologi. Salah satunya seorang professor Psikologi kawakan, yaitu Carol Dweck, yang merupakan seorang profesor Psikologi di Stanford University. Dia mengatakan nasihat untuk mencari passion ternyata banyak salah dipahami oleh masyarakat.
Lebih lanjut, gue akan cerita salah satu penelitiannya aja.
Penelitian Carol Dweck soal passion bermula dari sebuah pertanyaan sederhana di salah satu kuliahnya.
Ia pernah bertanya kepada para mahasiswa tahun pertamanya di tingkat sarjana, dia berkata “Berapa banyak di antara kalian yang menunggu untuk bertemu dengan passion kalian?”
Mayoritas mahasiswa mengangkat tangan dengan mata yang sangat yakin bahwa para mahasiswa ini belum bertemu dengan passion mereka.
Lalu pertanyaan selanjutnya adalah, “Apakah kalian semangat dan punya motivasi yang tinggi untuk nyari passion kalian?” Mereka sekali lagi mengangguk.
Artinya, banyak mahasiswa baru yang percaya bahwa mereka belum menemukan passion mereka.
Memang ada sebuah quotes yang sangat amat terkenal yaitu, “Find something you love to do and you’ll never have to work a day in your life” kalau gue artikan jadi “Cari aktivitas yang lo cintai, dan lo nggak akan pernah merasa bekerja barang sehari pun”
Tapi menurut Carol Dweck dan beberapa ilmuwan Psikologi lainnya, nasihat di atas kalau tidak didalami secara utuh akan mengarahkan banyak orang ke arah yang salah.
Apa arah yang salah itu?
Menurut Paul O’Keefee, Professor Psikologi dari Yale-NUS College, apakah melakukan sesuatu yang berat dan nggak menyenangkan seperti bekerja, artinya lo nggak mencintai pekerjaan itu? Karena bekerja itu secara alami menimbulkan rasa lelah dan berat dibandingkan main, jadi apakah lo seumur hidup akan terus melompat dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain demi mencari kerjaan yang lo anggap menyenangkan dan sesuai passion lo?
Oleh karena itu, Paul, Dweck, dan Greg Walton dari Stanford University berpendapat bahwa kalimat “Find Your Passion” itu terlalu membabi buta dikampanyekan. Mereka beranggapan bahwa, “Passion dikembangkan,” bukan “ditemukan”
Apa bedanya? Bukannya sama saja?
Kesannya sama tapi sebenarnya beda banget landasannya.
Find Your Passion itu Fixed Mindset!
Kalimat “Find Your Passion” itu didasarkan oleh sebuah cara berpikir yang fiks alias kaku dan nggak berkembang. Bahaya kalau kebiasaan menggunakan fixed mindset.
Sementara, kalimat “Develop you passion” adalah kalimat yang lahir dari sebuah cara pikir tumbuh alias Growth Mindset.
Lho-lho… mungkin lo akan timbul pertanyaan baru “Bukannya kata mencari passion adalah sebuah kata kerja aktif?”
Sabar… Cerita gue belum selesai.
Akhirnya Professor Paul, Dweck dan Greg membuat sebuah eksperimen.
Kelompok pertama, adalah mahasiswa yang telah diukur seberapa percaya mereka bahwa passion itu dicari. Kemudian. mereka diberi bacaan artikel yang berlawanan dengan jurusan mereka. Anak saintek diberi artikel terkait sosial humaniora. Sementara, anak sosial humaniora diberi bacaan anak saintek. Hasilnya, mahasiswa yang sangat percaya bahwa passion itu ditemukan daripada dikembangkan, hasilnya lebih banyak enggak tertarik membaca bacaan yang berlawanan dengan jurusan mereka.
Sementara, kelompok kedua, sebelum mereka diberi bacaan artikel yang berlawanan dengan jurusan mereka. Mereka diberi artikel pendahuluan yaitu artikel tentang orang yang sukses adalah orang dengan mindsetnya yang tumbuh daripada yang kaku dan fiks. Setelah membaca tentang growth mindset, mereka diberikan artikel yang berlawanan dengan jurusan mereka. Anak sosial humaniora mendapat bacaan ala anak sainteks. Sementara, anak sains dan teknologi mendapat bacaan ala anak soshum.
Dan apa hasilnya?
Mereka yang keukeuh dengan teori “Passion itu Dicari” ternyata lebih tidak menyenangi belajar hal baru, dan lebih cenderung melepaskan berbagai kesempatan yang katakanlah “tidak sesuai dengan passion mereka,”
Sementara, mereka yang diberi bacaan tentang betapa pentingnya mindset bertumbuh (growth mindset) dalam kesuksesan cenderung lebih terbuka terhadap pengalaman dan kesempatan baru. Artinya mereka percaya passion itu bisa bertumbuh dan berkembang. Mereka percaya bisa jadi mereka punya anugrah minat dari Tuhan, tapi nggak membuat mereka tidak tertarik untuk mengembangkan minat ke hal-hal baru.
Dari sini, lo dan gue, belajar jikalau passion itu adalah sesuatu yang diberi oleh Tuhan dalam bentuk yang sudah fiks dan sempurna. Pasti nggak akan ada yang mau keluar dari zona nyamannya untuk mengembangkan diri dan mengeksplorasi kesempatan kesempatan baru. Padahal, passion itu bisa terus berkembang dan dikembangkan.
Kalau lo percaya bahwa passion itu setelah lo cari dan lo temukan adalah sesuatu yang fiks, Lo bakalan mudah menolak hal-hal baru yang belum dicoba. Padahal siapa tahu, lo bisa menguatkan passion lo di beberapa sektor baru.
Misalnya, lo bisa aja menolak mengambil mata kuliah yang nggak lo senengin atau menurut lo ga sesuai dengan passion lo. Padahal, mata kuliah itu kan ada yang wajib dan memang harus kita hadiri supaya syarat matakuliah wajib kita terpenuhi. Siapa tahu, meskipun nggak lo senangi tapi tetep ada bagian-bagian dari matakuliah itu yang bisa dipakai untuk ngembangin passion lo.
Orang yang percaya bahwa passion itu dicari daripada dikembangkan biasanya menyerah dengan kesempatan-kesempatan besar yang bertentangan dengan minat mereka. Misalnya, lo nggak mau mencoba olahraga baru, lo nggak mau mencoba kepanitiaan baru, lo nggak mau ini dan itu dengan alasan itu bukan passion lo.
Kalau diinget-inget lagi, pasti lo juga pernah kan salah persepsi di awal tentang sesuatu, tapi pas dicoba ternyata nggak buruk-buruk amat. Misal lo males banget ambil matakuliah dosen yang menurut lo nggak berhubungan sama apa yang lo senengin, tapi karena wajib diambil, jadinya lo ambil. Eh, ternyata pas dijalanin ada bagian-bagian dari mata kuliah itu yang menarik minat lo. Ada hal-hal yang menarik minat meskipun nggak semua matakuliah itu. Atau ternyata mata kuliah itu jadi penyangga passion lo.
Kalau hal yang lo senangi itu tiba-tiba terasa makin sulit dan berat untuk dijalani, terasa nggak menyenangkan, terus tiba-tiba lo berpikiran “Kayaknya ini bukan passion gue deh,”
Oh jangan buru-buru mikir gitu.
Hasil dari penelitian Dweck dan Carol sebelumnya menunjukkan, mereka dengan mindset yang fiks lebih mudah menyerah untuk berjuang untuk mempertahankan passion mereka. Mereka berpikir kalau sudah mendapatkan hal yang mereka senangi, mereka akan mendapatkan bahan bakar semangat yang nggak akan ada habisnya.
Padahal, passion itu cuma modal awal, selanjutnya lo perlu kerja keras, kudu siap disiplin, dan menyiapkan kesabaran supaya passion lo itu menghasilkan sesuatu.
Dweck juga mengatakan bahwa kalimat mencari passion membuat banyak generasi muda jadi senang meninggalkan suatu pekerjaan padahal belum memenuhi ambang batas minimal waktu yang dibutuhkan untuk melewati tahap pertama untuk jadi expert. Berapa lama waktu minimal itu? yaitu minimal 10.000 jam latihan. Sekali lagi, passion itu perlu ditempa dengan kerja keras dan latihan.
Ketika lo dikasih tahu dan denger dari banyak orang bahwa minat adalah sesuatu yang fiks, lo akan dengan mudahnya menyerah dengan passionnya begitu jalan untuk mewujudkannya terasa sulit dan tidak menyenangkan. Padahal, minat adalah landasan. Perlu bahan lain agar jadi sesuatu di masa depan.
Buat lo-lo yang sekarang lagi merasa salah jurusan dan merasa bahwa jurusan yang lo jalanin adalah sebuah kesalahan karena nggak sesuai dengan passion lo. Lo harus yakin bahwa passion itu dikembangkan. Landasan mindset ini adalah growth mindset. Lo bisa berpikir misalnya, apakah di antara 144 sks dan sekian puluh mata kuliah nggak ada satupun yang bikin lo tertarik? Coba direnungkan lagi apakah bener, jurusan itu bukan passion lo, atau masih ada mata kuliah yang bisa lo jadiin bahan baku untuk belajar apa passion lo.
Percayalah, bahwa mereka yang percaya bahwa passion itu tidak terkotak-kotakkan jurusan, tidak terkotak-kotakkan oleh pekerjaan, akan memiliki minat yang lebih luas dan sehat karena terus percaya bahwa passion bisa lebih dikembangkan.
Gue ada contoh temen gue yang dia itu senangnya matematika eh kepleset ke kedokteran yang kebanyakan menghapal. Awalnya dia stress berat, karena di jurusan matematika, kebanyakan pakai logika daripada hapalan. Sementara di kedokteran, kebanyakan matakuliahnya berbasis hapalan. Setelah ngobrol panjang lebar, lima tahun silam, gue menyarankan untuk mencari matakuliah yang dia senengin di kedokteran itu. Setelah dia jalanin, ada lo namanya statistika medis, buat dia yang suka matematika dia menemukan bahwa matematika juga bisa digunakan di bidang kedokteran. Misalnya penelitian kedokteran juga membutuhkan statistika, terutama ketika meneliti penyebab suatu penyakit dari berbagai macam faktor, analisa statistic akan membantu banget menentukan mana faktor yang berpengaruh signifikan dan tidak.
Misalnya lagi, salah satu temen gue yang pengen masuk kedokteran tapi dia kepleset ke jurusan teknik.. Dari sana dia tetep belajar di fakultas teknik, tapi lo tahu ga skripsi dia soal apa? Cara mendeteksi sel darah putih yang sehat dan nggak. Kemampuan tekniknya disandingkan sama minat medisnya. Terus dia ngambil S2 di Fakultas Kedokteran.
Penelitian bahwa minat itu bukan sesuatu yang fiks, sudah banyak didukung oleh ilmuwan-ilmuwan neurosains. Kalau lo anak sains atau biologi, lo biasanya akan dengar apa yang disebut dengan “Plastisitas Otak” alias kemampuan otak yang sangat fleksibel dalam mempelajari hal baru. Artinya, kita bisa belajar apapun, baik itu passion kita atau tidak, karena otak kita didesain untuk siap belajar apapun. Percayalah bahwa passion itu tidak fiks dan bisa terus kita perluas dan kembangkan.
Neuroplastisitas otak ini adalah anugrah buat kita untuk terus mampu belajar hal baru. Karena otak begitu siap untuk belajar hal baru terus menerus.
Kesimpulan
Untuk jadi muda yang #selalubertumbuh setiap hari, jangan batasi diri lo ,mencoba hal baru cuma gara-gara lo ngerasa itu bukan passion lo. Lebih baik pakai growth mindset dan percaya bahwa passion itu bisa berkembang dan bertumbuh pada situasi paling tidak nyaman sekalipun.
Kurang lebih gue sepakat dengan kalimat. “perluas zona nyaman lo”. Artinya, kalau passion adalah zona nyaman, lo bisa mainkan dikit keluar batas zona nyaman untuk mengembangkan passion, supaya nggak gitu-gitu aja. Supaya lo tahu ternyata, selain apa yang jadi passion lo, lo bisa melakukan ini dan itu.
Sekali lagi, passion bukanlah sesuatu yang fiks dan kaku. Melainkan passion bisa berkembang dengan fleksibelnya.
Mencari passion itu penting, tapi lebih dari itu, bisa jadi lo tengok ke dalam diri lo dan kembangkan apa yang sudah ada. Jangan buru-buru menyerah kalau tiba-tiba lo merasa ngejalaninnya semakin berat. Sesuatu yang kita senangi dan cintai, bisa disebut passion memang, tapi bukan berarti semuanya akan serba manis dan mudah.
***
Akhirnya, gue Cuma mau bilang sebagai muda yang #selalubertumbuh jangan terjebak dengan kalimat finding you passion dan akhirnya jadi pribadi yang kaku, pribadi yang menolak untuk bertumbuh!
Lebih baik ganti deh “Cari Passion Lo” dengan kalimat yang lebih mencerminkan kesepian “Kembangin Passion Lo” sehingga passionmu lebih luas dan siap berkembang dalam kondisi apapun.
Oh ya, Lo bisa ikutin acara-acara yang diadain oleh Klik.Klas. Info lebih lanjutnya, pantengin terus Instagram Klik.Klas, @klik.klas.
Sampai jumpa, di tulisan selanjutnya,
Klik.Klas, Belajar Luar Kelas!
Sumber
https://trends.google.co.id/trends/explore?date=today%205-y&geo=ID&q=Passion
https://www.businessinsider.com/steve-jobs-destroyed-the-follow-your-passion-myth-2015-3?r=US&IR=T
https://liveyourlegend.net/5-debilitating-myths-about-discovering-your-passion/
https://medium.com/@DrNicoleLipkin/the-myth-of-finding-your-passion-1752053f4396