Apa rasa bersalah yang paling menghantui Lo selama pandemi ini? Apakah Lo sudah mampu berdamai dengan rasa bersalah itu?
Pandemi ini membawa banyak perasaan bersalah pada diri kita.
Seperti kisah Deya. Ia merupakan seorang mahasiswa di sebuah perguruan tinggi Bandung. Namun, ia tidak berasal dari Bandung. Saat diterapkan pembatasan wilayah berskala besar untuk mengurangi penyebaran Covid-19 selama lebih dari 2 minggu, ia memutuskan untuk pulang ke rumah di daerah lain. Tak diyana, ternyata Ia merupakan carrier virus, ia merupakan penderita Covid-19, namun tanpa gejala. Sesampainya di rumah, satu keluarga tertular, ibunya harus masuk ICU. Tidak lama kemudian, ayahnya juga masuk ICU. Belum berakhir sampai di situ, ternyata ayahnya memiliki penyakit penyerta lainnya yang membuat kondisinya semakin memburuk. Saturasi oksigen semakin turun, plasma darah kovalen susah dicari, dan akhirnya ayahnya tak berhasil diselamatkan. Sejak sekeluarga dinyatakan positif semenjak ia datang, perasaan bersalah terus menghantuinya. Belum lagi, ia masih harus merasakan kehilangan ayahnya. Semua perasaan itu menjadi beban dalam hidupnya, rasanya perasaan bersalah ini terus menghantui hidupnya. Bahkan kadang masuk ke dalam mimpi.
Sementara itu, Rian merupakan seorang mahasiswa tingkat akhir di sebuah perguruan tinggi. Orang tuanya merupakan petugas kantoran yang bisa bekerja dari rumah. Selama pandemic ini, semua anggota keluarganya sehat dan masih bisa hidup dengan baik. Meskipun semua terasa baik-baik saja, ia yang hidup dengan nyaman di rumah selama pandemic ini tetap merasa bersalah. Rian terus mendengar berita tentang keluarga temannya yang sakit, orang tua temannya yang dipanggil Tuhan karena Covid, pencarian plasma darah, kemiskinan, demo pekerja dan berbagai carut marut kondisi sekitarnya yang terdampak Covid. Ia merasa bersalah karena masih bisa makan, ia masih bisa membeli barang yang ia butuhkan, keluarganya masih sehat dan hidup masih bisa berjalan dengan nyaman sementara di luar sana nggak seberuntung dia.
Dalam situasi seperti ini, bukan hanya Deya dan Rian, pasti banyak dari kita yang juga merasakan perasaan bersalah yang kuat. Pandemi Covid 19 ini membuat banyak dari kita dalam keadaan yang serba salah.
Saat Hidup Lo Baik-Baik Saja
Misal ketika hidup Lo selama karantina tidak mengganggu hidup Lo, atau bahkan membuat Lo semakin baik kualitas hidupnya.
Bisa saja, Lo termasuk bagian dari kalangan yang hidupnya semakin baik selama di rumah saja, selama karantina dan beraktivitas dari rumah bisa jadi meningkatkan kualitas hidup Lo. Karena Lo mengalami peningkatan kualitas hidup, Lo menjadi merasa bersalah.
Lo juga bisa merasa bersalah karena Lo bisa belajar dan bekerja dari rumah, sementara orang lain kehilangan pekerjaan mereka. Lo bisa aja merasa bersalah karena Lo semakin produktif ketika di rumah saja, sementara orang lain mengalami produktivitas. Lo juga bisa merasa bersalah karena Lo hidup dengan bahagia sementara orang lain sedang menderita. Secara umum, Lo merasa bersalah karena Lo adalah orang yang diberi anugerah Tuhan untuk baik-baik saja selama pandemic ini, sementara anugerah dan nikmat ini nggak dimiliki oleh orang lain.
Saat Lo Nggak Dapat Membantu Orang Lain
Dalam situasi saat ini, pandemic bisa saja membuat kita merasa bersalah karena nggak bisa membantu orang lain seleluasa yang kita inginkan. Bisa karena Lo ga bisa mengunjungi orang yang Lo sayang dan memberikan dukungan yang mereka butuhkan. Bisa juga karena Lo mungkin nggak menghasilkan uang sebanyak dulu, sehingga Lo nggak bisa berdonasi sebanyak dulu. Lo bisa juga merasa bersalah karena Lo nggak bisa berbuat banyak untuk membantu orang lain. Atau, Lo merasa khawatir ga bisa merawat orang tua Lo yang sudah lanjut usia tanpa membahayakan mereka.
Semua rasa bersalah ini campur aduk menjadi satu. Menghantui hari-hari Lo, membuat hidup Lo menjadi serba salah, dipenuhi kecemasan dan rasa yang nggak nyaman. Lo bisa aja mengalami gangguan emosi, konsentrasi, makan, dan tidur yang akhirnya sangat mengganggu hidup Lo.
MENGELOLA RASA BERSALAH DENGAN CARA YANG SEHAT
Rasa bersalah adalah perasaan yang intens dan sangat pekat. Untuk mampu berdamai dengan perasaan ini, ada beberapa cara yang gue sarankan.
Akui dan Terima Rasa Bersalah Ini
Perasaan bersalah yang Lo alami bisa jadi adalah perasaan yang sangat intens. Namun, rasa bersalah yang Lo alami adalah emosi yang normal dan sehat. Saat Lo merasa bersalah karena Lo telah menyakiti seseorang dan Lo akhirnya merasa bersalah, hal ini berarti Lo masih memiliki hati nurani.
Jangan buang energi Lo untuk melawan rasa bersalah itu dan berpikir, “Nggak, nggak, gue ga salah, gue harus merasa bersalah,” Menolak perasaan ini dan mengabaikan perasaan bersalah yang Lo rasakan atau bahkan mencoba menekannya, nggak akan berhasil untuk menghilangkan perasaan bersalah yang Lo miliki.
Sebaliknya, coba Lo resapi perasaan Lo dan akui itu. Penelitian menunjukkan bahwa dengan melabeli perasaan Lo aja, intensitas emosi Lo akan berkurang. Mengakui emosi Lo juga membebaskan diri Lo dari perasaan buruk karena membohongi diri Lo sendiri dan orang lain. Daripada membuang energi mencoba untuk nggak merasa bersalah, kenali emosi Lo, dan cobalah untuk bergerak maju setelah mengenali perasaan Lo.
Minta Maaf Jika Lo Telah Menyakiti Seseorang
Selain itu, jika Lo merasa telah melakukan kesalahan maka sikap yang baik adalah mengungkapkan penyesalan Lo. Lo bisa mengatakan kepada orang lain perbuatan Lo yang menyakiti mereka tanpa harus membuat-buat alasan. Namun, jika Lo merasa bersalah atas kejadian yang nggak secara langsung Lo sebabkan. Lo bisa mengungkapkannya dengan berbuat baik kepada mereka. Misal, Lo bisa mengkompensasi perasaan bersalah karena Lo hidup dengan lebih baik selama pandemi ini dengan lebih banyak berbuat baik kepada orang lain.
Memastikan Lo Tetap Bersikap Rasional
Rasa bersalah memang terasa nggak menyenangkan. Jadi ketika Lo mengalaminya, Lo mungkin akan mengambil langkah apa pun yang bisa Lo lakukan untuk merasa lebih baik. Tetapi jika Lo nggak berhati-hati, tindakan yang Lo ambil untuk menghilangkan rasa bersalah Lo bisa aja sampai pada titik yang nggak wajar. Misalnya, jika Lo merasa bersalah karena sudah nggak mengunjungi saudara Lo selama lebih dari setahun. Lalu, karena Lo merasa bersalah akhirnya Lo melanggar protokol kesehatan dan mengadakan reuni besar. Pastikan cara Lo mengkompensasi rasa bersalah tetap pada Langkah yang sehat dan menyelamatkan banyak orang lainnya.
Jika Bukan Salah Lo, Ubah Narasi yang Ada di Kepala Lo
Narasi yang Lo ceritakan pada diri sendiri atas perilaku Lo akan membuat perbedaan besar dalam cara Lo memandang dunia.
Jika Lo berpikir, “Kayakknya gue adalah sahabat yang nggak setia kawan karena gue nggak datang di acara nongkrong dengan temen-temen gue,” Narasi yang Lo ceritakan ke diri Lo sendiri adalah “Lo orang yang buruk dan nggak setia kawan. Karena narasi inilah, akhirnya Lo akan merasa nggak enak. Tetapi, jika Lo menarasikan perbuatan Lo dengan cara yang berbeda seperti, “Karena gue menyayangi mereka, gue melakukan hal yang bisa gue lakukan seperti tetap di rumah aja selama pandemic masih berlangsung,” Mengubah narasi dan bingkai dari perbuatan Lo akan membuat Lo merasa sedikit lebih baik.
Perhatikan cerita yang Lo ceritakan pada diri sendiri dan tanyakan apakah ada cara lain untuk melihat situasi yang Lo hadapi dengan cara berebda. Dengan melatih cerita yang Lo sampaikan ke orang, ini akan membuat Lo melihat situasi dengan cara yang berbeda.
Menyayangi Diri Sendiri Juga Perlu
Cara Lo memperlakukan diri Lo juga akan membuat perbedaan besar dalam perasaan Lo. Kalau Lo sering menyalahkan diri sendiri atas kesalahan yang nggak Lo buat, Lo akan terbiasa melakukan hal ini. Klikers, perlu diingat bahwa nggak ada jawaban benar atau salah tentang cara menangani situasi di tengah pandemi. Setiap hari adalah percobaan. Hari ini kita semua menghadapi kondisi yang belum bisa dipetakan sepenuhnya dan yang dapat Lo lakukan hanyalah membuat keputusan terbaik yang Lo bisa dengan informasi yang Lo miliki.
Klikers, sangat penting untuk bersikap sayang kepada diri sendiri, membuang kritik keras yang nggak membangung, dan belajar untuk lebih ramah kepada diri sendiri. Faktanya, penelitian menunjukkan bahwa kasih sayang kepada diri sendiri adalah kunci untuk melakukan yang lebih baik di masa depan. Berlatih menyayangi diri sendiri juga dapat mengurangi tekanan psikologis Lo.
Cara yang bagus untuk melatih rasa sayang kepada diri sendiri adalah dengan bertanya pada diri sendiri, “Apa yang akan gue katakan kepada seorang teman yang merasakan hal ini atau memiliki masalah ini?” Kemungkinannya adalah Lo akan berusaha menghiburnya. Lo dapat mengatakan sesuatu yang mendukung diri Lo seperti, “Halo diri, Lo sudah melakukan yang terbaik yang Lo bisa. Kita semua membuat kesalahan dan besok mari berbuat lebih baik lagi,” Cobalah untuk menanggapi diri sendiri dengan jenis kebaikan dan kasih sayang yang sama dengan cara Lo menanggapi sahabat Lo yang sedang terluka. Menyayangi diri sendiri dapat membantu meringankan beberapa rasa bersalah yang Lo miliki.
Rawat Diri Lo Sendiri Sebelum Merawat Orang Lain
Nggak bosen-bosennya gue sampaikan dalam setiap kesempatan, rawat diri Lo sendiri, sebelum merawat orang lain. Sekali lagi, gimana caranya Lo akan membantu orang lain, kalau Lo sendiri nggak bisa merawat diri Lo? Perhatikan pola makan, tidur, dan tingkat aktivitas Lo. Sangat penting untuk merawat tubuh Lo jika Lo ingin berada dalam kesehatan emosional yang baik, apalagi di tengah pandemi ini.
Juga, lakukan hal-hal yang bisa membantu diri Lo berfungsi sebaik mungkin. Apakah Lo ada hobi yang bisa Lo lakukan? Apakah Lo meluangkan waktu untuk melakukan hal-hal yang Lo sukai? Apakah Lo meluangkan waktu untuk diri sendiri?
Jelas, perawatan diri mungkin terlihat sedikit berbeda selama pandemi. Lo mungkin nggak dapat mengunjungi teman atau menghadiri kelas yang Lo sukai. Namun, penting untuk mencari strategi alternatif yang membantu Lo tetap bisa bahagia.
Sepatah Kata Dari KlikKlas
Kalau Lo merasa bersalah di tengah situasi ini. Ingatlah bahwa banyak orang mengalami rasa bersalah saat ini, bahkan rasa bersalah ekstrim yang sebenarnya nggak secara langsung menjadi tanggung jawab mereka. Jadi, ingat Lo nggak sendirian kalau Lo merasa bersalah dan sedang berjuang mengatasinya. Jika saran-saran yang gue sampaikan belum berhasil, Lo bisa mencari cara lainnya bisa bekerja dengan lebih baik pada kondisi Lo. Atau, jika perasaan bersalah ini semakin membuat Lo susah makan, tidur, dan mengganggu kehidupan Lo secara menetap, pertimbangkan untuk mencari bantuan profesional. Rasa bersalah ini bagi sebagian besar orang bisa mentrigger gejala depresi, atau masalah kesehatan mental lainnya.
Klikers, menjadi orang yang bertumbuh setiap hari, bukan berarti kita ga pernah merasakan emosi-emosi negatif seperti merasa bersalah. Pada akhirnya, kita ga bisa mengubah realitas, tetapi kita bisa mengubah cara kita melihat hidup. Bukankah ini ciri bertumbuh?
Kunjungi Media Sosial Klik.Klas Lainnya
Jangan lupa ikuti terus update kabar Klik.Klas di Instagramnya juga klik.klas. Atau lo mau dengerin versi podcastnya? Bisa banget! Klik di sini.
Tentang Penulis
Fakhirah Inayaturrobbani, S.Psi, M.A
Salam kenal gue Fakhi. Gue merupakan peneliti dan ilmuwan psikologi sosial yang menyelesaikan studi S1 hingga S2 di Fakultas Psikologi UGM. Yuk baca dan cari lebih dalam tulisan-tulisan gue di Instagram @fakhirah.ir
Tulisan Ini Lahir Dari Tulisan Lainnya
Breines, J. G., & Chen, S. (2012). Self-compassion increases self-improvement motivation. Personality and Social Psychology Bulletin, 38(9), 1133–1143.
MacBeth, A., & Gumley, A. (2012). Exploring compassion: A meta-analysis of the association between self-compassion and psychopathology. Clinical psychology review, 32(6), 545–552.
Torre, J. B., & Lieberman, M. D. (2018). Putting feelings into words: Affect labeling as implicit emotion regulation. Emotion Review, 10(2), 116–124.