AWAS TERJANGKIT TOXIC POSITIVITY!

klik.klas
7 min readJan 8, 2021

--

Apakah lo pernah merasa kalimat nasihat "Udah ga usah sedih, stay positif aja" Malah membuat lo semakin terpuruk?

Photo by Priscilla Du Preez on Unsplash

Kalau lo pernah merasakan hal serupa.
Lo simak deh bahasan soal Toxic Positivity kali ini.

***
Toxic Positivity adalah keyakinan bahwa tidak peduli seberapa mengerikan atau sulitnya suatu situasi yang lo alami, lo harus mempertahankan pola pikir positif. Mindset yang dipakai biasanya "Apapun yang terjadi harus selalu positif" dalam hidup ini.

Meskipun ada manfaatnya menjadi orang yang optimis dan memiliki pemikiran positif, toxic positivity malah menolak emosi-emosi alami manusia seperti sedih, kecewa, sakit hati, demi wajah yang ceria, yang sering kali palsu.

Gue, lo, kita semua tahu, bahwa memiliki pandangan hidup yang positif itu baik untuk kesehatan mental kita. Masalahnya adalah hidup nggak selalu positif. Kita semua pasti pernah menghadapi emosi dan pengalaman yang menyakitkan. Nggak mungkin enggak.

Saat kita merasakan pengalaman yang nggak menyenangkan, emosi negatif biasanya akan muncul. Meski seringkali emosi-emosi negatif itu nggak menyenangkan untuk ditampakkan dan sulit untuk dihadapi, super penting dan perlu banget, dirasakan serta ditangani secara terbuka dan jujur. Pentingnya keterbukaan diri ini udah gue bahas di podcast sebelumnya dengan judul "Jadi Lebih Sehat Dengan Memahami Diri Sendiri"

Toxic Positivity seringkali berbentuk pikiran positif ke level yang super ekstrim, sampai nggak wajar dan super digeneralisasi ke segala aspek hidup. Sikap kayak gini ini, toxic Positivity, nggak hanya menekankan pentingnya optimisme, sayangnya malah meminimalkan dan menyangkal emosi manusia yang alaminya ga selalu bahagia atau positif.

Bentuk Toxic Positivity

Klikers, toxic positivity bisa muncul dalam berbagai bentuk. Jangan-jangan ini udah lo alami atau lo lakukan ke orang lain?

Photo by National Cancer Institute on Unsplash

Apa aja itu?

Ketika sesuatu yang buruk terjadi, seperti kehilangan sesuatu/seseorang yang disayangi, merasakan kegagalan, mengalami hal yang nggak menyenangkan, orang-orang mengatakan kepada mereka yang mengalami situasi negatif ini untuk "tetap positif" atau "melihat sisi baiknya".

Meskipun komentar ini ada benernya, dan komentar semacam ini dimaksudkan untuk simpati dan menyemangati. Komentar ini juga bisa menjadi pembungkam apa-apa yang seseorang ingin ceritakan dan tumpahkan. Bisa jadi bikin orang itu merasa bersalah kalau mengaku bahwa peristiwa ini berat banget buat dirinya.

Atau

Lo pernah mendengar sebuah kalimat hiburan seperti "Jangan sedih, ngapain sedih kayak gini aja... Come on!"
Meskipun orang sering mengatakan kalimat itu atau sejenisnya karena mereka yakin bahwa kalimat itu menghibur. Tapi, masak iya, manusia ga boleh sedih? Dan pastikan kalimat itu ga membuat orang yang dihibur menghindari rasa sakit dengan menyangkalnya.

Atau..

Saat Lo mengungkapkan kekecewaan atau kesedihan, seseorang memberi tahu Lo bahwa "kebahagiaan adalah pilihan." Kalimat ini menunjukkan jika Lo merasakan emosi negatif, itu adalah pilihan Lo sendiri dan kesalahan Lo sendiri juga karena nggak "memilih" untuk bahagia. Pada titik tertentu, ungkapan ini bener. Tapi hidup ini ada daerah yang kita kuasai dan nggak. Cara berpikir yang sehat adalah melepaskan pandangan bahwa segala sesuatu di dunia ini 100% adalah keputusan lo. Kadang kejadian eksternal yang membuat kita kelepasan, kadang kita ga paham perasaan kita sendiri. Dan itu wajar.

AWAS BAHAYA TOXIC POSITIVITY

Toxic positivity justru bisa merugikan orang yang sedang mengalami masa-masa sulit. Beberapa pernyataan seperti "Ngapain sih sedih," atau sejenisnya seringkali bermaksud baik, tetapi kalau ga disertai pemahaman yang tepat bisa berbahaya

Photo by adrianna geo on Unsplash

Misalnya lo lagi sedih. Maunya dapat berbagi emosi dan mendapatkan dukungan tanpa syarat, dengan mendapatkan respon "ngapain sedih" malah bisa aja membuat perasaan lo yang sedang sedih terasa diabaikan. Bisa juga, membuat lo malah berlebihan dalam menyalahkan diri sendiri saat menghadapi situasi yang sangat sulit.

EMOSI NEGATIF MEMALUKAN

Efek bahaya lainnya adalah malu menunjukkan emosi negatif atau menunjukkan bahwa diri dalam keadaan sulit.
Misalnya, saat lo merasa sedih, lo merasa kesedihan yang lo alami memalukan.

Ketika seseorang lebih terbuka harusnya dia bisa segera mendapatkan dukungan yang dibutuhkan. Support dan cinta dari teman dan keluarga. Tetapi respon positif yang kurang tepat dari orang lain bisa membuat orang-orang merasa bahwa emosi negatif yang mereka rasakan adalah sesuatu yang memalukan.

EMOSI NEGATIF ITU SALAH

Bisa juga, respon positif yang kurang tepat bikin orang merasa bersalah.
Kalau lo pernah mendengar orang merespon kesedihan orang lain dengan gini, "Tumben lo lembek," Bisa aja gara-gara ada yang ngomong kayak gini, membuat yang mengalami kesedihan jadi merasa kalau sedih itu bukan dirinya. Dia bisa juga merasa bersalah kalau dia terlihat sedih. Padahal, apa salahnya merasakan emosi sedih. Bukannya itu manusiawi?

EMOSI NEGATIF ITU GA ADA

Toxic Positivity bisa saja membuat orang menshutdown emosi-emosi negatif yang dimiliki.
Apalagi kalau sampai menyangkal dan nggak mengakuinya.
Emang sih bener, kadang emosi negatif itu kalau dimunculkan bisa membuat imej kita jadi ga sekeren biasanya, terutama buat yang ingin terlihat perfect.
Lo bisa aja menghindari situasi emosional yang mungkin membuat Lo merasa nggak nyaman, karena yaa siapa yang mau terlihat rapuh, ringkih, dan emosional.

Padahal, emosi-emosi negatif Lo adalah sesuatu yang Tuhan ciptakan sama indahnya dengan emosi positif. Jadi, menyangkalnya malah membuat lo ga manusiawi, ga otentik.

MENGHALANGI JADI DIRI YANG TUMBUH

Sebagaimana tagline Klik.Klas, menjadi muda yang bertumbuh setiap hari. Percayalah, ga ada pertumbuhan personal yang dimulai dari penyangkalan. Pertumbuhan pasti dimulai dari menerima diri apa adanya sebagai baseline. Setelah itu, dari sana kita bisa bertumbuh dari data awal pemahaman diri. Pemahaman diri termasuk memahami reaksi-reaksi emosi lo sendiri.

Menyangkal emosi negatif membuat kita secara ga sadar ga pengen bertumbuh di area itu. Ibaratnya, emosi negatif adalah sebuah sampah yang harusnya bisa segera di buang atau diolah dengan cara yang benar. Lo malah menyembunyikan sampah itu di kolong kasur lo. Lo malah nggak mengakui ada sampah di sana. Sebagai bagian dari upaya menyangkal kalau ada sampah disana, lo merasa area kolong lo bersih-bersih aja sehingga ga perlu dibersihin. Padahal, kita bisa beresin rumah jadi lebih bersih, kalau kita mengakui bahwa emang rumah kita perlu dibersihkan. Bahwa ada sampah yang harus dibuang, daripada disembunyikan dan diabaikan. Hal ini sama dengan emosi lo. Akuilah emosi itu bukan hanya supaya pamer kesedihan, tetapi supaya kita tahu, kita punya emosi sedih itu, kalau punya berarti gimana cara mengelolanya, akhirnya lo cari tahu. Proses mencari tahu bikin lo semakin lebih baik. Semakin bertumbuh.

TANDA MENGALAMI TOXIC POSITIVITY

Tanda-tanda lo memelihara Toxic Positivity sudah secara tersirat gue sampaikan sebelumnya.Tapi, gue mau menggarisbawahi kembali.

Photo by MARK ADRIANE on Unsplash

Pertama, Lo lari dari masalah ketimbang menghadapinya.
Kedua, Lo merasa bersalah karena mengalami emosi negatif seperti sedih, marah, atau kecewa.
Ketiga, Lo menyembunyikan perasaan Lo yang sebenarnya supaya lebih diterima secara sosial.
Keempat, Lo menyembunyikan atau menyamarkan perasaan Lo yang sebenarnya.
Kelima, Lo menyepelekan perasaan orang lain.
Keenam, Lo mempermalukan orang lain jika mereka tidak memiliki sikap positif.
Ketujuh, Lo mencoba melupakan emosi yang menyakitkan daripada mengakuinya.

HADAPI TOXIC POSITIVITY

Kelola Emosi Negatif, Bukan Dihindari
Kelola emosi negatif yang lo miliki tetapi jangan menyangkalnya. Emosi negatif dapat menyebabkan stres jika nggak dikendalikan, tetapi emosi tersebut juga dapat memberikan informasi penting yang dapat membawa perubahan yang bermanfaat dalam hidup Lo.

Objektif dan Realistis

Bersikaplah realistis tentang apa yang seharusnya Lo rasakan. Saat Lo menghadapi situasi penuh tekanan, ya wajar jika Lo merasa stres, khawatir, atau bahkan takut. Kalau lo mengakui itu, lo bisa segera ambil tindakan untuk fokus pada perawatan kesehatan diri dan mental serta segera mengambil langkah yang dapat membantu memperbaiki situasi lo.

Terima Variasi Emosi Lo

Nggak apa-apa untuk merasakan lebih dari satu emosi. Pasti kita sering ngalamin emosi yang campur aduk. Misal kalau Lo menghadapi tantangan, Lo mungkin merasa gugup tentang masa depan tetapi berharap Lo excited akan hasilnya. Emosi manusia emang ga tunggal, dalam satu waktu, bisa banget berbagai variasi emosi yang rumit muncul. Baik emosi positif dan negatif bisa aja jadi satu. Dekaplah kerumitan itu, Terima, supaya Lo bisa memperbaiki apa yang perlu diperbaiki.

Dengarkan Dulu, Sebelum Bicara

Lalu gimana kalau orang lain yang curhat sama Lo? Dan lo ingin menghibur tapi ga terjebak sama toxic positivity.
Lo bisa aja menggali dulu yang dia alami. Bukan tiba2 ngasih nasihat. Fokus pada mendengarkan orang lain dan menunjukkan dukungan apapun kondisi emosinya. Saat seseorang mengungkapkan emosi yang sulit, jangan kasih kata-kata hampa basa basi. Sebaliknya, beri tahu mereka bahwa apa yang mereka rasakan adalah normal dan Lo ada di sana untuk mendengarkan.

Alternatif Jawaban

Saat orang lain mengalami kejadian yang kurang menyenangkan dan sulit bagi dia. Lo bisa menyampaikan kalimat-kalimat ini. Seperti...
"Gue disini apapun yang terjadi."
"Gue tahu kejadian itu pasti sangat sulit."
"Memang hal buruk bisa aja terjadi."
"Bagaimana gue bisa membantu lo?"
"Kegagalan emang terkadang menjadi bagian dari hidup, itu wajar."
"Perasaan lo ga ada salahnya "

Kesimpulan

Klikers, toxic positivity sering kali nggak kentara, dan kita semua pernah terlibat dalam jenis pemikiran ini secara ga sadar. Namun, sebagai muda yang bertumbuh setiap hari, dengan belajar mengenalinya, kita akan lebih mampu melepaskan diri dari jenis pemikiran ini dan memberikan (serta menerima) dukungan yang dibutuhkan saat kita mengalami sesuatu yang sulit.

So guys!

Ayo berusaha untuk #selalubertumbuh dengan ikuti update regular KlikKlas via berbagai platform media sosial Klikers. Lo bisa akses instagramnya @KlikKlas, atau cek Podcastnya.

Salam #selalubertumbuh! KlikKlas! Belajar Luar Kelas!

Penulis

Fakhirah Inayaturrobbani, S.Psi., M.A (Cand)

Penulis biasa dipanggil Fakhi. Ia menyelesaikan studi S1 dan S2 Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Fakhi banyak menulis di berbagai tempat! Yuk sapa Fakhi melalui instagramnya @fakhirah.ir

--

--

klik.klas
klik.klas

Written by klik.klas

Platform pengembangan diri di luar kelas yang asik. Mengajak seluruh anak muda Indonesia untuk menjadi muda yang #SelaluBertumbuh setiap hari.

No responses yet