“Lo pernah ga memutuskan menyerah dan nggak mau mencoba lagi?”
Kemarin gue dicurhati seorang temen yang sudah dua tahun berjuang mencari kerja. Pasalnya sudah 2 tahun ngelamar sana sini tapi akhirnya sering gagal di bagian interview.
“Kok gue gagal terus ya daftar kerja?” tanyanya, dia ngelanjutin lagi, “Padahal temen yang mempunyai kemampuan yang sama aja, sudah keterima kerja duluan.”
Apakah ada dari lo yang pernah ngalamin hal serupa? Kegagalan berkali-kali pada konteks yang berbeda.
Misalnya ada dari lo pengen banget bisa berkuliah di universitas-universitas keren. Akhirnya lo belajar mati-matian demi bisa masuk ke universitas impian.
Selayaknya banyak sistem sekolah lainnya, lo masukin nilai sekolah sama nilai ujian nasional, berharap supaya lo bisa beruntung diterima melalui jalur undangan di fakultas dan universitas favorit.
Setelah segala proses yang melelahkan itu, masa pengumuman jalur undangan pun tiba. Eh ternyata, lo belum berhasil keterima di universitas favorit yang lo harapin.
Okelah lo berbesar hati dan mengatakan “nggak apa-apa” lo berjuang lagi melalui jalur ujian massal, yaitu SBMPTN.
Persiapan menuju ujian masuk perguruan tinggi tentu nggak mudah. Lo belajar lagi dan menjalani tes itu. Setelah semua proses itu.
Ternyata lo gagal lagi. Dari sini, lo merasa mulai down. Dua kali kegagalan ini bikin jatuh banget mental dan kepercayaan diri lo.
Lo masih berbesar hari, lo terus menguatkan diri, mau berjuang lagi ikutan ujian bersama perguruan tinggi swasta se Indonesia. Lo berpikir kesempatan kali ini lo akan masuk. Lo yakin Tuhan baik sama lo. Tapi, ternyata lo gagal lagi! Di sini lo merasa makin down dan perasaan nggak berharga mulai muncul begitu kuatnya.
Dengan sisa-sisa energi itulah, lo coba lagi ikutan ujian mandiri setiap universitas. Lo berjuang ujian dari satu kota ke kota lain, dari satu kampus ke kampus lain dengan jadwal yang padat. Hari ini Bogor, besok Bandung, terus pekan depan di Surabaya, besok di Malang, Minggu depan di Yogyakarta, Solo, Semarang. Lo berjuang terus supaya ada harapan lo akan berkuliah di universitas favorit. Baik swasta atau negeri.
Selama proses itu, mental lo udah down, tapi lo tetep berusaha meyakinkan diri bahwa masih ada harapan. Lo berusaha percaya bahwa masih ada kesempatan meski lo udah capek energi, waktu dan berkorban materi juga.
Selepas berbagai perjuangan melintas kota. Lo yakin Tuhan baik sama Lo. Pas lo buka hasilnya setelah segala usaha yang lo lakukan, ternyata tetap nggak ada satupun universitas yang menerima lo.
Di sinilah lo merasa sangat down dan jatuh. Ini titik terendah lo.
Pertanyaan-pertanyaan kayak “Apa gue sangat bego dan bodoh, sehingga nggak ada satupun ujian yang keterima?” terus menghantui lo
Rasanya kayak udah nggak bisa napak di atas bumi, dan terjun bebas ke dasar bumi, setiap membuka lembar pengumuman dan hasilnya gagal. Rasanya energi lo habis, setiap harapan lo kebanting dan pikiran-pikiran aneh datang. Makian kepada diri lo sendiri seperti, “Bodoh banget gue, nggak ada harepan banget sih jadi orang, ngapain sih berjuang kayak gini,” sampai nyalahin Tuhan, “Kok nggak adil banget sih hidup ini, kenapa gue yang rajin nggak keterima, kenapa gue yang harus menderita gini? Tuhan, Lo nggak adil!”
Saat itu lo merasa bener-bener capek mental, fisik, dan segala macam kelelahan yang menumpuk jadi satu. Selain itu, makan nggak semangat, napas rasanya berat, susah banget buat senyum, mimpi buruk, tidur nggak nyenyak, dan jokes-jokes lucu nggak mempan.
Tapi, last hope, harapan terakhir, lo masih nyoba untuk ambil ujian lagi ke beberapa universitas swasta pilihan kedua lo. Saat itu, untuk ngumpulin energi mengisi berkas-berkas persyaratan itu lo harus berjuang bangeeeet. Saking lo merasa kehilangan energi lo harus menarik napas berkali-kali setiap beberapa menit. Tarikan napas ini adalah upaya lo menguatkan diri lo sendiri saking lo merasa sangat nggak punya semangat hidup. Sekitar lebih dari 10 ujian universitas swasta ranking kedua lo applu.
Satu persatu mulai pengumuman keluar.
Dan, hasilnya.. masih sama saja, nggak ada yang menerima lo..
Dan disitulah lo memutuskan berhenti berusaha. Sebab harapan terakhir kandas. Kepercayaan lo ke dirilo habis nggak bersisa. Kepercayaan ke Tuhan juga karam ke dasar laut hati lo. LO mempertanyakan keadilan tuhan. Lo menyerah. Lo capek. Lo nggak mau berusaha lagi.
Lo berteriak dari dalam hati “Udah cukup, ya Tuhan! Gue capek!”
***
Well Klikers, apa yang gue ceritain barusan adalah kisah nyata dan benar-benar terjadi pada salah satu teman gue.
Lo bisa jadi punya cerita yang berbeda. Bisa jadi lebih ringan atau lebih berat.
Misal…
Siapa disini yang pernah mengalami kegagalan dan merasa setelah itu kapok berjuang?
Bisa aja ada dari lo yang berusaha nurunin berat badan tapi setelah mencoba berbagai macam diet dan gagal, akhirnya lo nyerah dan memutuskan makan lebih banyak lagi.
Atau ada sebagian dari lo yang sedang berada dalam hubungan yang toksik. Saat lo berusaha keluar dari lingkaran itu, ternyata selalu nggak bisa-bisa dan akhirnya lo merasa bahwa nggak ada gunanya mencoba.
Atau ada dari lo yang jadi malas mengerjakan tugas kuliah sepenuh hati, karena setiap lo ngerjain dengan sepenuh hati, hasilnya nggak seperti diharapkan.
Kegagalan bertubi-tubi, membuat seseorang bisa saja memutuskan untuk menyerah aja. Menyerah sama sekali. Ga mau usaha lagi. Dan nggak percaya sama harapan yang masih tersisa.
Orang yang terus menerus dihajar kegagalan, bisa aja belajar untuk jadi nggak berdaya. Alias Learned Helplessness.
Apa itu?
**
Learned Helplessness
Lo pernah dengar ga istilah learned helplessness? Yang kalau di bahasa Indonesiakan artinya “belajar untuk jadi nggak berdaya”
Istilah learned helplessness ini pada mulanya diperkenalkan oleh seorang ilmuwan Psikologi bernama Martin Seligman pada tahun 1975. Seligman mengidentifikasi sebuah konsep bernama learned helplessness alias suatu kondisi di mana seseorang belajar untuk jadi nggak berdaya.
Learned helplessness rentan dialami oleh seseorang setelah serangkaian kegagalan yang beruntun dan menyakitkan serta setelah merasa usaha apapun yang dilakukannya nggak akan membawa perubahan apapun. Seseorang yang udah berulang kali mencoba, tapi gagal terus menerus bisa aja akan mengatakan, “Ya udah deh gue nyerah” meskipun masih ada kesempatan.
Professor Martin Seligman menyebutkan bahwa ada beberapa ciri dalam melihat kemungkinan apakah kita sedang belajar untuk menjadi nggak berdaya. Diantaranya adalah…
Perasaan nggak berharga
Lo merasa terus menerus menjadi orang yang jadi beban buat orang lain, lo merasa keberadaan lo hanya bikin masalah.
Motivasi rendah
Saat ada harapan lo takut untuk mencoba lagi. Ekspektasi terhadap kesuksesan dalam melakukan sesuatu rendah. Lo takut kecewa, jadi lo selalu seting harapan itu rendah banget. Lo selalu yakin apa yang lo lakukan akan gagal.
Kegigihan rendah
Karena lo udah takut kecewa, lo takut untuk mengeluarkan energi semaksimal mungkin. Lo takut energi lo sia-sia, lo takut akan buang-buang waktu. Hal ini membuat lo jadi ketakutan untuk menjadi orang yang gigih.
Nggak mau meminta pertolongan
Lo merasa percuma minta tolong ke orang. Lo merasa nggak ada gunanya meminta bantuan karena lo lagi-lagi yakin usaha apapun nggak ada gunanya.
Sukses Adalah Keberuntungan
Melihat bahwa kegagalan adalah karena kurang kemampuan. Lo terus merasa bahwa kegagalan yang lo alami selalu karena lo kurang punya kemampuan, selalu karena lo yang buruk, jelek, nggak kapabel, dan karakter negatif yang lo miliki. Padahal, kegagalan bisa jadi bukan karena lo semata. Melihat kesuksesan adalah karena keberuntungan semata. Lo akhirnya melihat sukses itu karena lagi beruntung aja. Lo nggak mau ngakuin bahwa kemampuan lo itu bisa membuat lo mencapai sesuatu. Lo selalu menolak kalau lo punya kemampuan. Lo selalu menganggap hal-hal baik adalah keberuntungan bukan karena lo punya kemampuan.
Awas Bahaya Belajar Ga Berdaya
Belajar untuk jadi nggak berdaya ini dapat menjadi sesuatu yang berbahaya buat kehidupan lo Sebab, lo akan menjadi mudah menyerah, tidak percaya terhadap adanya harapan, bisa juga jadi menunda pekerjaan karena merasa nggak ada gunanya dikerjain cepet-cepet juga, dan bisa juga diiringi oleh perasaan-perasaan negatif (Sutherland & Singh, 2004).
Kenapa Kok Bisa Belajar Jadi Orang Nggak Berdaya?
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa seseorang dapat belajar menjadi pribadi yang mudah menyerah disebabkan salah cara memahami konsep sebab akibat di dunia ini. kalau di Psikologi disebut sebagai atribusi.
Konsep sebab akibat adalah sebuah persepi kenapa sesuatu terjadi. Apakah semua terjadi karena faktor internal alias domain yang lo kuasai. Atau faktor eksternal, alias area yang lo nggak bisa kontrol. Misal… Apakah lo menyandarkan semua hal penyebab kepada diri lo sendiri (internal) atau kepada eksternal (sesuatu di luar diri lo).
Kedua, apakah kejadian yang terjadi itu stabil atau tidak stabil. Kita bisa aja menjelaskan sesuatu terjadi secara terus menerus alias stabil. Atau bisa aja kita mempersepsi sesuatu terjadi dengan nggak stabil. Misalnya, saat ada kejadian kurang menyenangkan terjadi dalam hidup lo, individu yang mudah menyerah cenderung merasa kegagalannya stabil yang harusnya kalau mau objektif Cuma terjadi dalam beberapa kali. Misal lagi gagal dalam mencapai satu mimpi, pribadi yang belajar nggak berdaya akan melihat kegagalan akan terjadi lagi lagi dan lagi (stabil). Misal lainnya, kalau kita kurang bisa di satu mata kuliah, orang yang belajar nggak berdaya akan melihat kemampuan akan terus rendah dari satu mata kuliah ke mata kuliah lain.
Individu yang belajar nggak berdaya, seringkali punya mindset bahwa apapun yang terjadi kepada dirinya, termasuk kegagalan itu stabil. Sementara mereka yang punya semangat melawan ketidakberdayaan cenderung punya mindset bahwa kegagalan itu bukan sesuatu yang stabil, artinya hidup tidak selalu berisi kegagalan, apa yang kita usahakan secara objektif nggak selalu gagal. Pasti ada dalam hidup kita sesuatu yang kita usahakan dan berhasil. Soal kesuksesan. Individu yang terjangkit learned helplessness biasanya nggak menghargai kesuksesan yang telah ia capai. Ia berpikir bahwa kesuksesan yang ia alami itu adalah sesuatu yang tidak sengaja, kebetulan, dan nggak berharga.
Cara mengatasinya? Ubah Sudut Pandang!
Mau nggak mau apa yang harus kita lakukan pertama kali adalah mengubah mindset dengan memulai dari cara melihat sebab akibat.
Internal versus Eksternal
Pahamilah bahwa nggak semua kegagalan itu salah lo, atau karena kemampuan lo. Bisa aja karena kesalahan eksternal. Jadi, karena kemampuan lo baik, suatu saat dengan kemampuan lo akan ada jalan lain yang terbuka. Memandang sesuatu itu adil, kadang ada kejadian-kejadian yang lo bisa kontrol (internal) tapi kadang perlu dipahami ada banyak faktor eksternal yang membuat suatu hasil nggak sesuai harapan.
Stabil versus Nggak Stabil
Misal kita ubah dari mindset kegagalan adalah sesuatu yang cuma terjadi dalam hidup lo, menjadi kegagalan itu adalah sesuatu yang wajar dialami oleh semua orang.
Kegagalan itu alih-alih dipandang sebagai sesuatu ”yang selalu terjadi” lebih sehat kalau dipandang secara objektif bahwa kegagalan “nggak terus menerus terjadi.”
Latihan untuk mengubah sudut pandang ini memang tidak bisa terjadi secara instan. Lo harus sabar dalam berlatih dan tentu jangan mudah menyerah.
Sebagai pribadi yang selalu mencoba bertumbuh, gue harap kita bisa berhati-hati untuk nggak terjebak sebagai pribadi yang mudah menyerah.
Semoga Bermanfaat!
Oh ya, Lo bisa ikutin acara-acara yang diadain oleh Klik.Klas. Info lebih lanjutnya, Lo pantengin terus Instagram Klik.Klas, @Klik.Klas.
Sumber Bacaan
https://www.verywellmind.com/what-is-learned-helplessness-2795326
https://www.medicalnewstoday.com/articles/325355
https://positivepsychology.com/learned-helplessness-seligman-theory-depression-cure/
https://www.psychologytoday.com/intl/basics/learned-helplessness