Apakah Lo seorang perfeksionis?
Banyak orang yang membanggakan diri karena punya sifat perfeksionis, tapi sayangnya, nggak semua perfeksionisme bisa mengantarkan kepada posisi berprestasi yang tinggi. Sebab, ada perbedaan penting antara perfeksionis dan orang yang berprestasi tinggi. Apa itu?
Apa itu Perfeksionis?
Jika Lo bertanya-tanya apakah Lo seorang perfeksionis atau nggak, ada kemungkinan Lo punya, yaaa meskipun hanya sampai taraf tertentu. Atau, Lo membiasakan diri menjadi sempurna, karena siapa sih yang nggak ingin menjadi sempurna?
Pada topik yang lalu, gue langsung membahas apa itu perfeksionisme secara umum dan apa yang bisa dilakukan untuk mengelolanya. Kali ini, gue akan coba lebih terangkan secara mendalam apa bedanya perfeksionis negatif yang seringkali destruktif dan perfeksionisme positif yang dekat dengan karakter prestatif.
Kenapa bahas ini?
Karena…. Super duper penting pakai banget memahami apa yang dimaksud dengan perfeksionisme dan seluk beluknya. Dengan memahami apa itu perfeksionis dan apa bedanya sama ciri khas orang yang berprestasi tinggi. Lo bisa memutuskan apakah Lo akan mempertahankannya atau mengubahnya menjadi sebuah karakter yang lebih adaptif dalam kehidupan sehari-hari.
Sifat Umum Perfeksionis
Perfeksionis sangat mirip dengan karakter orang yang berprestasi tinggi, tetapi dengan beberapa perbedaan mendasar. Berikut ini adalah sepuluh ciri khas perfeksionis, yang gue sarikan dari berbagai bacaan dan dapat Lo temukan pada diri Lo sendiri atau pada orang yang Lo kenal.
Enjoy reading!
Semua atau Nggak Sama Sekali (All or Nothing Thinking)
Perfeksionis, sebagaimana orang yang berprestasi tinggi, cenderung menetapkan tujuan yang tinggi dan bekerja keras untuk mencapai tujuan tersebut. Namun, orang yang berprestasi tinggi dapat merasa puas saat melakukan pekerjaannya dengan baik dengan kualitas mendekati sempurna. Meskipun tujuannya yang sangat tinggi nggak sepenuhnya tercapai tapi ada rasa apresiatif terhadap upaya maksimal yang telah dijalani. Sementara, kalau Lo mengidap perfeksionisme negatif, Lo akan lebih fokus pada ketidaksempurnaan yang “hanya sedikit itu” dibandingkan mengapresiasi semua pencapaian yang mendekati sempurna itu. Kalau Lo punya perfeksionisme negatif, derajat pencapaian “hampir sempurna” itu sama sekali bukan keberhasilan. All or nothing. Kalau nggak 100% berarti gagal. Kalau nggak A maka gagal. Semuanya dianggap gagal secara ekstrim kalau nggak memenuhi skor maksimum.
Sangat Kritis
Perfeksionis yang negatif lebih kritis terhadap dirinya sendiri dan orang lain daripada orang dengan perfeksionisme positif yang berprestasi tinggi. Sementara orang yang berprestasi tinggi bangga dengan pencapaian dirinya dan cenderung mendukung orang lain. Berkebalikan dengan yang positif, perfeksionis negatif cenderung melihat kesalahan, ketidaksempurnaan, dan jarang mengapresiasi orang lain. Perfeksionis negatif lebih sering menghakimi dan keras pada diri sendiri dan orang lain.
Didorong oleh Ketakutan
Orang yang berprestasi tinggi cenderung fokus kepada proses mencapai tujuan dan kebahagiaan dalam berproses mencapai tujuan tersebut. Lo senang dengan proses Lo bertumbuh dalam mencapai goal tersebut. Sementara itu, perfeksionis di sisi lain cenderung memiliki goal karena ketakutan yang dimiliki. Misalnya, kalau Lo memiliki perfeksionisme yang positif, Lo akan akan merasa terus tertantang untuk menyempurnakan usaha Lo meskipun beberapa kali Lo gagal memenuhi standar yang Lo miliki. Sementara, kalau Lo memiliki perfeksionisme negatif, Lo terus menerus cemas dan takut kalau Lo tertinggal dari yang lain, kurang ini dan itu, sehingga Lo merasa harus selalu mencapai hasil yang terbaik.
Standar yang nggak Realistis
Seringkali juga, orang-orang dengan perfeksionisme negatif punya standar yang nggak masuk akal. Harus ini, harus itu, kudu begini, kudu begitu, wajib sampai sini dan situ. Kalau Lo memiliki standar yang nggak masuk akal, coba deh mulai menanyakan ke diri sendiri, kalau semua itu diturunin dikit apa ruginya sih? Sementara orang yang punya kecenderungan lebih positif dan berprestasi tinggi dapat menetapkan tujuan Lo setinggi mungkin tapi juga tidak lupa melakukan penyesuaian goal pada saat-saat dibutuhkan. Orang dengan perfeksionisme positif menikmati kesenangan untuk mencapai hasil-hasil terbaik, tapi selalu terbuka dengan kemungkinan-kemungkinan lain.
Berfokus pada Hasil
Orang dengan perfeksionisme positif dan berprestasi tinggi dapat menentukan sebuah tujuan yang standarnya tinggi, tapi seperti yang gue bilang tadi, Lo juga nggak lupa untuk menikmati hal-hal lain di luar tujuan Lo . Sebaliknya, perfeksionis negatif fokus pada hasil dan tujuan tapi nggak menikmati hal-hal di luar hal itu. Lo sangat keras dalam mencapai tujuan dan menghindari kegagalan yang begitu ditakutkan sehingga Lo nggak dapat menikmati proses bertumbuh dan berjuang dalam mencapai tujuan itu.
Tertekan oleh Tujuan yang Belum Terpenuhi
Perfeksionis negatif jauh lebih nggak bahagia dan santai daripada orang dengan perfeksionisme positif yang berprestasi tinggi. Sementara orang yang berprestasi tinggi dapat bangkit kembali dengan cukup mudah dari kekecewaan dibandingkan Lo dengan yang perfeksionis negatif. Perfeksionis negatif cenderung lebih sering menyalahkan diri sendiri dan berkubang dalam perasaan negatif ketika harapan Lo yang tinggi nggak terpenuhi.
Takut akan Kegagalan
Perfeksionis negatif juga lebih takut gagal daripada orang yang berprestasi tinggi. Karena Lo menetapkan begitu banyak hasil dan menjadi sangat kecewa dengan sesuatu yang kurang dari kesempurnaan. Sebab, sesuatu yang kurang dari kesempurnaan dipandang sebagai kegagalan, perfeksionis terkadang menunda sesuatu hingga menit terakhir. Syukur-syukur apabila Lo berhasil menyelesaikan deadline yang ada, tapi banyak juga yang terlalu berpaku pada kesempurnaan menjadi gagal memenuhi deadline yang penting.
Penundaan
Gue tahu, bagi sebagian Lo melihat seorang yang perfeksionis gagal itu hampir nggak mungkin. Tapi, pada kenyataannya banyak perfeksionis yang malah gagal mencapai goal tertentu karena Lo menunda menyelesaikannya. Yang dimaksud menunda di sini adalah Lo terlalu berfokus pada kesempurnaan yang pasti memakan waktu lama. Pemujaan terhadapa kesempurnaan ini bisa membuat Lo berkutat pada sesuatu dengan begitu lama, cenderung terus menerus merevisi, dan begitu selesai tetap tidak yakin bahwa pekerjaan Lo telah sesuai standar yang ditentukan. Akibatnya, banyak dari Lo dengan perfeksionisme negatif yang malah tidak menyelesaikan sebuah pekerjaan sesuai dengan tenggat waktunya.
Pertahanan
Bagi seorang perfeksionis negatif, kerjaan yang kurang sempurna sangat menyakitkan dan menakutkan, akhirnya Lo sangat tidak bisa menerima kritik setelah sekian banyak usaha yang dilakukan. Berbeda dengan orang yang berprestasi tinggi, Lo dapat melihat kritik sebagai informasi berharga dalam menyempurnakan proses pengerjaan proyek itu ke depannya.
Rendah diri
Perfeksionis cenderung sangat kritis terhadap diri sendiri dan nggak bahagia serta menderita karena harga diri yang rendah. Lo juga bisa kesepian atau terisolasi karena sifat kritis dan kekakuan Lo dapat membuat orang lain menjauh juga. Sementara, orang yang berprestasi tinggi menyadari bahwa harga diri Lo tidak selalu bergantung dengan hasil pekerjaan Lo , tetapi lebih kepada proses yang telah Lo lalui. Harga diri yang terlalu digantungkan pada penilaian orang akan membuat posisi Lo begitu rentan dan nggak stabil
Sepatah Kata dari Klik.Klas
Jika Lo melihat beberapa sifat perfeksionis negatif dalam diri Lo, jangan putus asa selalu ada cara untuk menjadi lebih baik dan bertumbuh lebih positif.
Saat Lo menyadari bahwa ada yang nggak beres dalam diri Lo dan ingin mengubahnya ke arah yang lebih baik, maka jangan lupa apresiasi diri Lo sendiri.
Pada intinya, perfeksionisme itu nggak selalu buruk. Tetapi, sebagaimana alaminya berbagai sifat yang dimiliki manusia, karakter yang terlalu ekstrim perlu dikelola termasuk perfeksionis negatif. So, untuk bertumbuh setiap hari Lo perlu mengubah perfeksionisme yang nggak adaptif, jadi yang lebih adaptif.
Semoga kita jadi pribadi yang #selalubertumbuh
Kunjungi Media Sosial Klik Klas Lainnya
Jangan lupa ikuti terus update kabar Klik.Klas di Instagramnya juga klik.klas
Atau lo mau dengerin versi podcastnya? Bisa banget!
Tentang Penulis
Fakhirah Inayaturrobbani, S.Psi, M.A
Fakhi merupakan peneliti dan ilmuwan psikologi sosial yang menyelesaikan studi S1 hingga S2 di Fakultas Psikologi UGM. Tahu lebih dalam tulisan lainnya di Instagramnya @fakhirah.ir
Sumber Bacaan
- Wirtz PH, Elsenbruch S, Emini L, Rüdisüli K, Groessbauer S, Ehlert U. Perfectionism and the cortisol response to psychosocial stress in men. Psychosom Med. 2007;69(3):249–55. doi:10.1097/PSY.0b013e318042589e
- Stoeber J, Janssen D. Perfectionism and coping with daily failures: positive reframing helps achieve satisfaction at the end of the day. Anxiety Stress Coping. 2011;24(5):477–497. doi:10.1080/10615806.2011.562977
- Chang Y. Benefits of Being a Healthy Perfectionist: Examining Profiles in Relation to Nurses’ Well-Being. J Psychosoc Nurs Ment Health Serv. 2017;55(4):22–28. doi:10.3928/02793695–20170330–04
- Smith M, Vidovic V, Sherry S, Stewart S, Saklofske D. Are perfectionism dimensions risk factors for anxiety symptoms? A meta-analysis of 11 longitudinal studies. Anxiety Stress Coping. 2018;31(1):4–20. doi:10.1080/10615806.2017.1384466
- Limburg K, Watson H, Hagger M, Egan S. The Relationship Between Perfectionism and Psychopathology: A Meta-Analysis. J Clin Psychol. 2017;73(10):1301–1326. doi:10.1002/jclp.22435