Anticipatory Grief: Kesedihan Mendalam Saat Akan Kehilangan Orang Tersayang
“Ayahku udah kritis, meskipun ada harapan, tapi entah kenapa aku merasa harus siap dengan apapun yang terjadi,”
Klikers, saat kita mengalami perasaan cemas karena sedang mengantisipasi sesuatu yang lebih buruk di masa depan, kita bisa aja sedang mengalami anticipatory grief (kesedihan antisipatif) yaitu kecemasan yang muncul karena was-was akan sesuatu yang lebih buruk di masa mendatang.
Kesedihan antisipatif didefinisikan sebagai kesedihan yang terjadi karena kita mengantisipasi suatu kehilangan yang lebih besar daripada yang saat ini. Seperti saat keluarga kita sakit, kita mengantisipasi keadaan yang lebih buruk dan akhirnya menjadi kecemasan, atau bisnis kita pelan-pelan mulai merugi, pada saat yang sama kita mengantisipasi kondisi yang lebih buruk dan hal ini berubah menjadi kecemasan. Pada intinya, anticipatory grief adalah sebuah kondisi dimana kita cemas karena was-was dan antisipatif terhadap hal-hal negatif yang jauh lebih besar daripada saat ini. Kesedihan ini berbeda saat kita sudah kehilangan sesuatu, kesedihan antisipatif lebih condong kepada perasaan antisipasi akan masa depan yang lebih buruk daripada saat ini.
Bagaimana Gejala Anticipatory Grief Ini?
Emosi yang menyertai kesedihan antisipatif mirip dengan yang terjadi setelah kehilangan tetapi kadang-kadang rasanya lebih roller coaster. Kesedihan karena telah kehilangan sesuatu biasanya lebih pekat dan intensitasnya lebih kepada gradasi dari sangat pekat kemudian jadi lebih ringan dan stabil. Sementara, kesedihan antisipatif ini membuat kita kadang mengalami kecemasaan yang sangat kuat, namun ada kalanya kita merasa ada harapan, tapi hal ini nggak bertahan lama karena melihat kondisi yang nggak kunjung membaik.
Gejala yang terjadi di setiap orang berbeda-beda, tapi kita bisa mencoba beberapa di antaranya, seperti di bawah ini.
Air Mata
Kita yang sedang mengalami kesedihan antisipatif bisa saja tiba-tiba menitikkan air mata secara nggak terduga. Pemicunya bisa bermacam-macam, bahkan hal-hal kecil, seperti iklan televisi yang bisa menjadi pengingat yang menyakitkan bahwa orang yang kita cintai sedang nggak baik-baik saja atau benda-benda kecil di sekitar kita yang mengingatkan pada orang-orang yang kita cintai.
Ketakutan
Perasaan takut adalah yang wajar dan nggak selalu berkaitan dengan kematian. Tapi, pada kesedihan antisipatif, rasa takut ini berkaitan dengan sebuah kehilangan yang lebih besar, seperti ditinggalkan oleh orang yang kita sayangi selama-lamanya. Perasaan takut bahwa dunia ga akan lagi sama setelah ini.
Kemarahan
Entah mengapa, saat kita mengalami kesedihan antisipatif, terkadang emosi marah juga hadir dengan begitu kuat. Terutama kemarahan kepada hal-hal yang nggak bisa kita control. Ada perasaan nggak berdaya tapi juga marah atas ketidakberdayaan ini. Segala sesuatu terasa begitu mengganggu dan membuat kita mudah marah. Meskipun kita tahu, kemarahan ini adalah manifestasi kecemasan antisipatif.
Kesepian
Rasa kesepian yang intens juga sering dialami oleh kita yang sedang merawat orang dengan kondisi yang nggak kunjung membaik. Nggak seperti kesedihan yang terjadi setelah kehilangan, saat kita mengalami kesedihan antisipatif, rasanya bingung ingin mengungkapkan kesedihan dengan cara yang seperti apa. Perasaan tidak dapat mengungkapkan beban yang mengganjal di hati bisa menjadi alasan semakin merasa terisolasi.
Keinginan untuk Berbagi Beban
Kesepian yang kita rasakan akan menghasilkan keinginan yang kuat untuk bicara dengan seseorang — siapa saja — yang mungkin memahami perasaan kita dan mendengarkan tanpa menghakimi. Jika kita nggak memiliki tempat yang nyaman dan aman untuk mengekspresikan kesedihan kita, emosi ini dapat menyebabkan kita mati rasa secara emosional karena kita berusaha melindungi diri sendiri dari rasa sakit yang amat kuat.
Kecemasan
Ketika kita merawat orang kita cintai dan mereka dalam keadaan yang semakin buruk, kecemasan kita bisa saja semakin meningkat. Kita bisa tiba-tiba merasa gemetar, jantung berdebar, dan susah bernapas tanpa kita sadari. Tubuh kita terasa lebih ringan dan hari berlalu begitu saja tanpa terasa.
Rasa Bersalah
Pada masa-masa ini, seringkali kita merasa kurang cepat melakukan sesuatu. Akan ada pengkitaian-pengkitaian yang nggak terhindarkan. “Sekiranya aku lebih sigap, sekitainya aku mengecek handphone lebih cepat, sekiranya aku lebih keras melarang, semuanya nggak akan seperti ini…”Mungkin juga kita mengalami rasa bersalah karena kitalah yang selamat dan lebih sehat. Kamu juga terkadang bersedia menukar rasa sakit yang mereka alami.
Pada saat seperti ini, kita mendapati bahwa diri kita sangat khawatir akan orang-orang yang kita cintai. Dengan memahami gejala-gejala ini, kita akan mampu memberi nama fase apa yang sedang kita lalui. Dengan mengetahui kita sedang dalam kondisi apa, kita akan lebih mudah mencari bantuan.
Setiap Orang Mengalami Kesedihan Dengan Proses yang Berbeda-Beda
Klikers, meskipun kita bisa jadi pernah mendengar tentang tahapan-tahapan saat seseorang mengalami fase berduka, tapi penting untuk dicatat bahwa setiap orang bisa beda-beda banget dalam menjalani fase ini. Bisa jadi pada diri kita, tahapannya sangat acak dan tidak seperti kebanyakan orang. Misal, bisa saja pada suatu waktu, kita merasa sudah mampu menerima kenyataan bahwa kita bisa kehilangan orang yang sangat kita sayang, namun bisa jadi pada orang lain, penerimaan ini belum benar-benar bisa dilakukan. Take your time. Ambil waktumu sebanyak-banyaknya dan jangan lupa untuk mencari bantuan kalau kita nggak bisa menyelesaikan masalah ini seorang diri.
MENGELOLA ANTICIPATORY GRIEF
Kesedihan antisipatif adalah proses normal saat kita mengantisipasi sebuah kejadian yang lebih buruk. Namun dalam beberapa kasus, kesedihan antisipatif ini bisa terasa begitu kuat sehingga mengganggu kemampuan kita untuk hidup dengan normal sebagaimana sedia kala. Mengatasi kesedihan antisipatif berbeda dengan mengatasi kesedihan setelah seseorang meninggal (kesedihan konvensional). Terkadang berduka sebelum kematian bahkan dapat disalahartikan sebagai menyerah pada seseorang yang belum benar-benar pergi. Akhirnya, kita jadi merasa serba salah.
Ada beberapa hal yang dapat membantu kita mengatasi kesedihan ketika kita sedang mengantisipasi kehilangan. Klikers, cara-cara berikut sekali lagi adalah sesuatu yang bisa jadi opsi untuk mengatasi kesedihan. Namun, sekali lagi, cari cara yang paling sesuai dengan kondisimu. Karena, kesedihan kita sangat subjektif.
Biarkan Diri Kita Berduka
Jangan berbohong kepada orang lain tentang perasaanmu. Jika kamu terlalu lelah untuk menjawab, cukup jawab dengan senyuman. Tapi, jangan mengatakan kamu baik-baik saja jika memang belum baik-baik saja. Jujur akan membantu orang lain untuk memahami kondisimu.
Biarkan dirimu berada dalam kondisi berduka terlebih dahulu. Karena, mengalami kedukaan ini bukan hanya sekadar sedih atas kematian yang akan datang dari orang yang dicintai, tetapi hal yang akan hilang bersamaan dengan perginya orang yang kita cinta. Kehilangan pendamping bukan hanya tentang sosoknya, tetapi hilangnya kenangan bersama dan impian bersama orang itu. Menyangkal rasa sakit yang kita rasakan hanya akan memperpanjang kesedihan kita di kemudian hari.
Bercerita
Hari ini, sebagian dari kita bingung bagaimana caranya untuk membagi perasaan yang dirasakan. Sebagian dari kita bisa juga ada yang memilih untuk terlihat lebih tegar. Namun, tetap cari orang lain yang bisa kita percaya untuk sekedar membagi betapa beratnya hari ini.
Jika memungkinkan, carilah teman yang kita rasa nyaman dan bersedia mendengar serta menerima kemarahan-kemarahan kita. Studi menunjukkan bahwa kesedihan antisipatif mirip dengan kesedihan setelah seseorang meninggal, tetapi dalam kesedihan antisipatif seringkali lebih banyak kemarahan karena kehilangan kendali atas situasi yang terjadi.
Cobalah untuk menemukan teman yang dapat mendengarkan, dan nggak mencoba untuk “mengkritik dan menasehati”. Seorang teman yang dapat mendengarkan apa adanya, yang nggak akan memberi tahu kita apa yang harus kita lakukan. Karena, pada saat seperti ini, sebenarnya kita hanya butuh teman mendengar. Pada kondisi ini, butuh orang yang mengerti bahwa nggak ada perasaan yang benar atau salah saat berduka akan sesuatu yang lebih besar seperti kematian orang yang dicintai.
Berbagai penelitian telah membuktikan pentingnya komunikasi terbuka tentang kedukaan yang kita alami. Mengkomunikasikan perasaan kita terbukti membantu mengurangi kecemasan, depresi, dan masalah perilaku pada anak-anak yang memiliki orang tua yang sakit parah.
Teman baik dimanapun berada, kecemasan akan kehilangan yang lebih besar itu wajar terjadi. Menghindari kecemasan sama sekali tidak bisa kita lakukan. Karena, hidup ini memang penuh dengan hal-hal yang tidak bisa kita hindari, termasuk kematian orang-orang yang kita sayangi. Yang kita bisa lakukan adalah mengelola rasa cemas itu.
Sepatah Kata Dari KlikKlas
Jika kamu merasakan kesedihan antisipatif ini, sangat penting untuk tidak menyangkal perasaanmu dan mencari orang terbaikmu untuk berbagai perasaan. Semoga masa dukamu segera selesai. Banyak doa baik untuk teman baik dimanapun berada.
Kunjungi Media Sosial Klik.Klas Lainnya
Jangan lupa ikuti terus update kabar Klik.Klas di Instagramnya juga klik.klas. Atau lo mau dengerin versi podcastnya? Bisa banget! Klik di sini.
Tentang Penulis
Fakhirah Inayaturrobbani, S.Psi, M.A
Salam kenal gue Fakhi. Gue merupakan peneliti dan ilmuwan psikologi sosial yang menyelesaikan studi S1 hingga S2 di Fakultas Psikologi UGM. Yuk baca dan cari lebih dalam tulisan-tulisan gue di Instagram @fakhirah.ir
Tulisan Ini Lahir Dari Tulisan Lainnya
Balducci L. Geriatric oncology, spirituality, and palliative care. Journal of Pain and Symptom Management. 2019;57(1):171–175. doi:10.1016/j.jpainsymman.2018.05.009
Cheng J. et al. An exploration of anticipatory grief in advanced cancer patients. Psychooncology. 2010;19(7):693–700. doi:10.1002/pon.1613
Coelho A, Barbosa, A. Family anticipatory grief. American Journal of Hospice and Palliative Care. 2017;34(8):774–785. doi:10.1177/1049909116647960
Gilliland, G., and S. Fleming. A Comparison of Spousal Anticipatory Grief and Conventional Grief. Death Studies. 1998. 22(6):541–69. doi:10.1080/074811898201399
Gross, J. et al. Anticipatory grief in adolescents and young adults coping with parental cancer. Praxis Kinderpsychologie und Kinderpsyychiatrie. 2012. 61(6):414–31. doi:10.13109/prkk.2012.61.6.414
Hottensen D. Anticipatory grief in patients with cancer. Clin J Oncol Nurs. 2010;14(1):106–107. doi:10.1188/10.CJON.106–107
Johansson AK, Grimby A. Anticipatory grief among close relatives of patients in hospice and palliative wards. Am J Hosp Palliat Care. 2012;29(2):134–138. doi:10.1177/1049909111409021
Kennedy V, Lloyd-Williams M. How children cope when a parent has advanced cancer. Pscyhooncology. 2009;18(8):886–92. doi:10.1002/pon.1455
Pinna M, Mahtani-Chugani V, Sanchez Correas M, Rubiales S. The use of humor in palliative care: A systematic literature review. American Journal of Hospice and Palliative Care. 2018;35(10):1342–1354. doi:10.1177/109909118764414